Surabaya Online – Perempuan ternyata punya peran penting dalam preventing violent extremism, karena ia dapat berperan pada tahap pencegahan, serta kontra ekstremisme dan intoleransi.
Hal ini disampaikan Penasihat Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Agama RI Eny Retno Yaqut saat memberikan sambutan pada kegiatan Majelis Reboan dengan tema diskusi kebijakan Perempuan, Preventing Violent Extremism, dan Ketahanan Keluarga.
Acara ini rutin dilaksanakan secara daring, oleh Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.
“Perempuan memiliki peran besar atas peristiwa atau konflik yang terjadi di sekitarnya. Sebagai penengah, juru damai, atau sebagai tempat perlindungan serta keselamatan bagi korban maupun pelaku konflik itu sendiri,” ujar Eny Yaqut, Rabu, 24 April 2021.
Bahwa perempuan mampu menjadi inisiator untuk perdamaian, namun pada fase kontra ekstremisme, perempuan juga mampu membentuk pertahanan melalui pengenalan gejala-gejala asosial yang ditunjukkan oleh seseorang.
Eny kemudian menjelaskan bahwa pertahanan ini semacam warning system, yakni pengenalan pada gejala yang mengarah pada ekstremisme. Pada fase ini, fungsi perempuan sebagai warga masyarakat sangat dibutuhkan.
Eny mengatakan bahwa salah satu determinasi keterlibatan perempuan dalam gerakan ekstremisme adalah adanya relasi kuasa atau hubungan sub-ordinate yang sangat kuat dalam rumah tangga.
Penasihat DWP Kementerian Agama ini, kemudian menyampaikan
bahwa sebagai warga masyarakat dan sebagai perempuan kita berkewajiban memberikan pemahaman sebagai berikut:
“Perempuan berkuasa atas dirinya sendiri”
“Perempuan berhak mengambil keputusan untuk dirinya
“Dan bahwa dalam rumah tangga ada relasi keseimbangan”
Selanjutnya, menurut Eny, keterlibatan perempuan dalam ekstremisme dipengaruhi oleh faktor agama. Secara global, motif agama adalah latar belakang utama lahirnya tindakan ekstremisme.
Isu agama merupakan hal yang sensitif namun juga sekaligus efektif dalam memunculkan emosi dan dukungan terhadap gerakan ekstrem.
Pemahaman teks keagamaan secara parsial monolitik yang terbatas sering menjebak pada pemahaman sempit bahwa agama membenarkan tindak kekerasan dalam implementasi perilaku beragama.
“Dalam konteks ini, peran perempuan dapat memberikan pemahaman tentang paham kebangsaan dan meluruskan tafsir ayat-ayat yang dimaknai secara sempit.” katanya
“Selain itu, perempuan dapat memberi contoh pada kehidupan masyarakat yang menjunjung perilaku Moderasi Beragama. Hal ini penting juga untuk dilakukan,” tegas Eny.
Moderasi Beragama termasuk program utama di Kementerian Agama. Program ini merupakan upaya yang dilakukan secara terus-menerus dan sistematis untuk bisa mendapatkan pemahaman agar tidak berlebih-lebihan dalam beragama.
“Oleh karena itu, sebagai bagian dari masyarakat, kita harus menjadi contoh dalam praktik Moderasi Beragama,” ajak Ibu Menag Eny Yaqut.
Menurut Ibu Menag, perempuan sebagai seorang ibu, berperan dalam menanamkan good values pada anak-anaknya terutama dalam pendidikan usia dini. Good values yang harus diajarkan berbasis rahmah (kasih sayang), seperti love and respact others, dan itu menjadi persyaratan yang tidak bisa dinegosisasikan sebagai jalan mencapai kondisi peaceful.
“Menanamkan good values di hati anak-anak diharapkan menjadi karakter hingga mereka dewasa dan bisa dibawa di kehidupan kemasyarakatan. Tentu saja ini bukan pekerjaan sehari atau sebulan, tapi berkesinambungan,” ungkapnya.
Terakhir, sebagai upaya mencegah ekstremisme, perempuan bisa menggunakan kekuasaannya untuk memengaruhi perempuan lain yang sudah terpapar. Perempuan mempunyai peran penting dalam pendekatan tanpa kekerasan.
“Pendekatan ini berhubungan dengan nilai-nilai feminin yang dimiliki perempuan.Nilai feminin ini dapat pula digunakan untuk mempersuasi orang dengan tujuan kebaikan,” tandasnya.(*jay)