SURABAYAONLINE.CO – Pimpinan Eksekutif Front Kedaulatan Maluku (FKM), sayap politik Republik Maluku Selatan (RMS), dr. Alexander Manuputty, tidak berminat menghadiri sidang Ke-24 UNPFII PBB yang berlangsung 21 April hingga 2 Mei 2025 mendatang.
Kibaran agitasi kertas “Free Maluku”, salah satu dari tiga lembar bernarasi serupa, Free Papua dan Free Aceh, ternyata bukan dibentangkan tokoh RMS atau simpatisannya yang memiliki korelasi langsung politik.
Narasi Free Maluku dalam cetakan kertas putih itu justru dibentangkan seorang tokoh, yang bukan inklusi langsung dengan upaya perjuangan RMS. Pembentangnya adalah John Anari, tokoh West Papua Liberation Organization (WPLO), yang menjadi sayap OPM.
“Rekan dari Maluku Alexander Manuputty sudah saya hubungi untuk menghadiri sidang ini. Tapi dia gak bisa datang. Katanya sibuk kerja. Yang membentangkan Free Maluku itu saya, sekedar solidaritas saja,” ungkap John Anari, tokoh WPLO OPM, kepada jurnalis yang menghubunginya lewat sambungan pesan pendek, Minggu (27/04/2025).
Disebutkannya lebih lanjut, selain dirinya membentang Free Maluku, yang membeberkan Free Papua justru Muhamad Hanafiah, tokoh Aceh Sumatera National Liberation Front (ASNLF), sayap miliyer Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Sementara pembeber Free Aceh adalah Tengku Fajri Krueng, yang juga tokoh ASNLF.
Setelah penyitaan kertas bernarasi separatisme oleh otoritas keamanan sidang UNPFII, bilang Anari, pihaknya tetap diperbolehkan mengikuti jalannya sidang.
John Anari mengaku, dia dan kedua rekannya tidak dikeluarkan dari ruangan sidang, lantaran pihaknya tercatat resmi di PBB sebagai anggota organisasi IPO (Indigenous Peoples Organization).
Dia menambahkan, dirinya dan kedua rekannya sudah puluhan tahun menetap di New York (John Anari), Texas (Tengku Fajri Krueng) dan Denmark (Muhamad Hanafiah).
Keberadaan mereka menghadiri sidang bukan mewakili Papua, Aceh dan Maluku sebagai bagian dari NKRI. Melainkan dipersepsikan sebagai insan diaspora yang diundang UNPFII PBB untuk mewakili IPO.
“Jadi organisasi saya IPO itu resmi terdaftar di PBB. Bukan NGO (Non Government Organization/ semacam LSM),” tutur John Anari yang mengaku sudah 20 tahun menetap di New York, tanpa merinci aktivitasnya di sana.
Sementara Juru Bicara Kemlu, Rolliansyah Soemirat, kepada jurnalis yang menghubunginya dengan metode yang sama, Minggu (27/04/2025), mengatakan mereka (para pembentang kertas “Free”) sebagai pihak yang menyalahgunakan muatan (pandangan) pada forum di sidang formal UNPFII PBB.
Forum tersebut, jelas Roli, sebenarnya merupakan ruang bagi negara-negara anggota PBB, untuk saling bertukar pikiran mengenai pemberdayaan masyarakat indigenous dari negara manapun di dunia.
Lebih lanjut Roli, PBB dan seluruh forum-forum formal yang dibentuk, bagaimana pun juga, merupakan kerja sama G to G (Government to Government), yakni kerja sama antar pemerintah.
“Oleh sebab itu pihak PBB bertindak tegas (menyita sesuatu di luar konteks) terhadap peserta sidang yang menyalahgunakan forum untuk mencari sensasi. Forum tersebut yang utama adalah tempat bertukar pikiran tentang isu indigenous, dengan tetap menghormati kedaulatan negara anggota PBB,” terang Roli. (fin)