SURABAYAONLINE.CO – Afiah warga Jalan Sidotopo Wetan Baru Nomor 36 Surabaya merasa takut dituduh melakukan pencurian daya listrik dengan melobangi penutup meteran yang dituduhkan Unit Layanan Pelanggan (ULP) PLN Cabang Kenjeran.
Lantas Afiah diharuskan membayar kerugian sebesar Rp. 28,7 Juta, sehingga dia meminta bantuan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Jatim untuk membantunya menyelesaikan persoalan ini karena selama ini tak merasa melobangi meteran listrik seperti yang dituduhkan.
Ketua bidang pengaduan masyarakat dan pengawasan GNPK Jatim Miko Saleh menjelaskan, bahwa Afiah menempati rumah di alamat Jalan Sidotopo tersebut sejak dua tahun silam setelah membeli dari pemilik lama, dan selama ini tak pernah ada masalah pembayaran rekening listrik walau perbulannya harus membayar rerata sekitar 1 Juta Rupiah untuk daya 3500 watt.
Namun pada pertengahan April, dua orang yang mengaku petugas PLN mendatangi rumah Afiah dan ditemui anaknya untuk memeriksa meteran listrik yang diduga bermasalah di rumah satunya.
Sehari setelahnya, Afiah merasa terkejut diberitahu petugas PLN bahwa yang diduga bermasalah ada di meteran listrik sebab ada lobang di penutup meterannya sehingga meteran tersebut harus diambil dan diputus aliran listriknya.
Karena tak merasa melobangi meteran listrik di rumahnya, Afiah meminta aliran listriknya tetap mengalir meski meterannya dicabut dan disanggupi oleh petugas PLN dengan catatan si pemilik rumah harus menyelesaikan persoalan ini di kantor.

Ketika mendatangi kantor ULP PLN Cabang Kenjeran Surabaya, Afiah kaget bahwa dirinya diharuskan membayar kerugian 19.278 kWH yang diklaim PLN sebesar Rp, 28,7 Juta.
“Maka dengan ini GNPK telah menindak lanjutin persoalan tersebut hingga mendampingi ibu Afiah ke PLN ULP Kenjeran. Begitu kita cross check persoalan tersebut justru disini awalnya Bu Afiah dituduh karena masalah meteran itu lobang,” kata Miko, saat ditemui awak media, Kamis (22/4/2021).
Miko juga menegaskan, jika Afiah diharuskan membayar puluhan juta rupiah untuk bayar kerugian PLN, maka pihak PLN harus bisa menjelaskan dasar menentukan kerugian tersebut dan membuktikan pelanggarannya.
Jangan sampai hal ini menjadi kesempatan untuk mempraktikkan pungli dengan memaksakan kehendak tanpa melihat kesulitan ekonomi masyarakat di masa Pandemi Covid-19.
“Yang penting kalau mau diganti soal meteran kita mampu membayar untuk administratif meteran itu berapa harganya itu semua ada rinciannya, gak ada masalah wong itu ada kerusakan tapi kan kita sebagai pengawasan agar supaya tidak terjadinya pungli di tubuh pihak ULP Kenjeran,” tegasnya.
Setelah Miko mendatangi ULP PLN Kenjeran bersama Afiah dan suaminya, pihak PLN memberikan solusi untuk Afiah menyelesaikan pembayaran kerugian Rp. 28,7 juta dengan cara diangsur tapi hal tersebut masih tetap memberatkannya, karena perempuan asli Kemayoran Surabaya ini tak merasa melobangi meteran listrik seperti yang dituduhkan.
“Ini kan ada keganjilan lah yang perlu kita luruskan adalah, satu jangan sampai warga kota Surabaya khususnya di wilayah ULP Kenjeran ini mereka dijustifikasi dan seakan-akan menjadikan orang pesakitan, atau melakukan tindak kriminal,” terang Miko.
Afiah merasa keberatan dengan solusi yang diberikan ULP PLN Kenjeran karena selama ini dia membayar listrik tak pernah ada masalah dan ia dan keluarganya tak pernah melobangi meteran listriknya.
“Saya ini keberatan sebenarnya untuk bayar 28 ,7 juta itu opo maneh kondisi kayak gini, sangat keberatan saya itu . Aku dewe yo gak ngelakoni,” ucapnya.(mk/jay)