Wabah Covid-19 yang melanda Indonesia membuat berbagai profesi di
Indonesia saling padu. Tak hanya dokter dan perawat yang ada di garda terdepan
serta para donatur yang menggelontorkan dana yang cukup besar, para relawan dengan berbagai latar belakang menyatu berjuang untuk sama-sama memerangi melalui profesi dan keahlian masing-masing.
SURABAYAONLINE.CO-Suatu sore di salah satu sudut rumah yang ada di Jl. Manyar Tirto Asri, Surabaya, belasan anak muda sibuk melakukan pekerjaan masing-masing. Ada yang
memasukkan baju hazmat alat pelindung diri (APD) tenaga medis, sepatu both karet,
masker, vitamin dan masih banyak lagi printilan-printilan ke dalam kardus. Sebagian
membuat label nama dan alamat rumah sakit atau Puskesmas yang dituju. Lainnya
mendata jumlah berapa set yang akan dikirim dan sebagian lagi sudah siap-siap untuk
mengirim ke ekspedisi untuk mensdistribusikan barang-barang dalam kardus tersebut
hampir ke berbagai kawasan yang ada di Indonesia.
Para anak-anak muda tersebut adalah para dokter dari Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Angkatan 2013. Dibalik kesibukannya sebagai tenaga
internsip di berbagai rumah sakit serta Puskesmas untuk menerapkan kompetensi yang
diperoleh selama pendidikan dokter mereka bahu membahu menjadi relawan pengadaan
Alat Pelindung Diri (APD) untuk teman-temannya sesama tenaga medis yang menangani
wabah Corona.
“Semula setiap sore sampai malam hari kami berkumpul di rumah saya
ini. Tetapi karena kelabakan karena fisik terlalu berat mengingat sebagian besar
kami internsip di luar kota maka waktunya diatur dua hari pertemuan sehari off,”
kata dr. Inggrid Ayusari Asali (23) yang menjadi pengagas gerakan sosial
penggalangan dana untuk membantu penyediaan APD melalui wadah Ikatan Alumni
Fakultas Kedokteran Unair 2013 (IKAFKUNAIR 2013).
Dara cantik asal Maluku yang sekaligus sebagai ketua IKAFKUNAIR 2013
tak menyangka berawal dari kegiatan pribadi untuk membantu kesulitan APD buat
tenaga medis di rumah sakit yang rata-rata kesulitan APD saat ini semakin membesar
dan mendatangkan donasi yang saat ini mendekati satu milyar rupiah.
Kerja sosial ini bermula pada awal 10 Maret lalu ketika corona masuk
Indonesia dan mulai memakan korban. Persoalan mulai muncul ketika tidak adanya alat
pelindung diri bagi para tenaga medis salah satunya masker. Dengan munculnya corona
mendadak masker yang ada di pasaran lenyap. Kalau pun ada harganya tidak masuk
karena melonjak naik sampai 600 persen dari harga semula.
Dari penelusuran yang dia lakukan ternyata masker menghilang di pasaran
selain dikirim ke luar negeri misalnya Malaysia dan Singapura yang memang juga
membutuhkan. Namun sebagian lagi diduga ditimbun oleh para pengepul yang
memanfaatkan momen wabah corona untuk meraup keuntungan yang lebih besar.
Prihatin dengan kondisi seperti itu keluarganya yang ada di Ambon
mengirim uang sebesar Rp 10 juta, agar uang tersebut dibelikan masker kemudian
dibagikan kepada teman-teman sejawatrnya di berbagai rumah sakit.
Setelah uang Rp 10 juta sampai di tangannya ia kemudian berburu masker berbagai
jenis. Mulai masker biasa, surgical mask, serta masker N-95 di toko online shop
serta para tengkulak. Setelah masker sudah di dapat ia Inggrid woro-woro di WA
grup temannya seangakatan yang tersebar di berbagai rumah sakit dan Puskesma di
Jatim bahkan di kawasan lain jika dirinya akan mengirimkan secara gratis masker
kalau membutuhkan. “Ternyata responnya banyak sekali. Apalagi teman-teman di daerah
makin sulit mendapatkan masker. Untuk pengaman di IGD dia menggunakan makser kain
yang dicuci ulang bahkan ada yang menggunakan popok bayi,” katanya menceritakan.
Setelah stok masker sudah menipis sementara kebutuhan daerah yang
membutuhkan terus meningkat tak terkendali kemudian ia mencoba mengumumkan di WA
dan Instagram alumni. Ia mencoba memfasilitasi kalau ada yang mau menyumbangkan
dana maka dipersilahkan nanti dirinya yang akan meluangkan waktu untuk membeli
barang dan menyalurkan. Ternyata pengumuman itu disambut sangat positif bukan dari
para dokter saja tetapi datang dari berbagai kalangan. Tiba-tiba banyak sekali uang
donasi yang masuk ke rekeningnya bahkan ada yang langsung menyumbangdalam bentuk
barang berupa masker.
Karena tak memungkinkan dilakukan sendiri ia kemudian woro-woro lagi kepada teman-
temannya seangkatan siapa yang berminat bisa bergabung untuk mengelola uang bantuan
yang masuk. “Akhirnya ada 17 temannya dokter yang saat ini lagi internship di
kota-kota sekitar Jatim, di Samarinda dan Bekasi bergabung,” papar Inggrid sebagai
pertanggungjawaban soal jumlah barang yang dibeli dan penggunaan uang dipublished
di instagram.
Sejak itu kemudian semuannya padu mengelola keuangan yang masuk. Dan akhirnya
berkembang tidak hanya masker saja tetapi membantu ke tenaga perlengkapan medis
lainnya mulai APD, sepatu both, vitamin, dan lain-lain. Diantara sekian item yang
paling mahal adalah baju hazmat sebagai APD para tenaga medis. Untuk baju dia
mendatangkan dari dua tempat. Yang seharga Rp 600 sekali pakai dibeli dari
distributor di Jakarta. Serta sebagian lagi mendatangkan langsung dari Wuhan,
China, yang memang baju standar yang digunakan penanganan corona disana. “Yang dari
Wuhan satu setu set harganya Rp 750 ribu,” papar Inggrid yang sekarang lagi
internship di RS. Ibnu Sina, Gresik (Jatim).
Namun baju hazmat yang buatan Wuhan serta yang membeli di Jakarta khusus disalurkan
ke RS. Unair dan RS. Dr. Soetomo, Rumah Sakit Islam Jemursari dan RS. St. Paulo
(RKZ) Surabaya yang dikenakan oleh tenaga medis yang berada di ruang ICU yang
khusus menangani pasien corona. Sedang untuk perawat atau dokter di bagian IGD
menggunakan baju APD buatan Karla Jasmina Angkawidjaja seorang fashion desainer di
Surabaya bersama puluhan perancang busana lainnya yang menjadi donatur APD ke
tempatnya.
Saat ini lanjut Inggrid, sudah hampir 400 rumah sakit dan Puskesmas yang sudah
mendapat kiriman dari tempatnya di Jatim sampai bahkan sampai Timika. Ia berharap
wabah ini segera berakhir tetapi kalau memang masih panjang maka dia bersama
teman-temannya juga berusaha keras untuk terus melakukan aksi kemanusiaan ini.
Soal banyaknya donatur yang masuk salah satu yang memiliki peran cukup besar adalah
dr. Ajibayu, seorang dokter kecantikan di Surabaya. Begitu mengetahui kalau dirinya
menggalang dana kemanusiaan Ajibayu mengimbau kepada pasiennya dari para perempuan
papan atas untuk berdonasi di tempatnya. “Kami bersama teman-teman sangat bersyukur
mendapatkan bantuan dari banyak orang dari berbagai latar belakang,” papar Inggrid
yang semasa jadi mahasiswa sering ikut ambil bagian dalam kegiatan sosial
diantaranya jadi duta kesehatan di organisasai kesehatan Indonesia serta ikut Rumah
Sakit Terapung Kstaria Airlangga mengadakan pelayanan kesehatan di kepulauan di
kawasan Indonesia Timur.
BERTARUH NYAWA
Sementara dr. Fajar Fikri, wakil dari Inggrid dalam kegiatan sosial ini mau
melakukan kegiatan ini semata-mata karena prihatin dengan kondisi tenaga medis yang
ada di lapangan. Para dokter dan perawat yang ada di garda terdepan dalam
penanggulangan Covid-19 ini benar-benar bertaruh nyawa.
Sudah terlihat di depan mata tenaga medis baik dokter maupun perawat akhirnya
meninggal dunia karena terpapar virus corona ini. “Melihat kenyataan seperti inilah
yang membuat kami semua yang ada disini tergerak. Kalau para dokter dan perawat
pada bertumbangan lalu bagaimana kelak penaganan corona ini kedepan,” kata anak
dari dekan fakultas kedokteran Universitas Indonesia tersebut.
Saat ini adalah waktu yang tepat kepada semuannya untuk saling bahu membahu agar
corona ini segera berlalu sekaligus menekan seminimal mungkin jatuhnya korban jiwa.
Jangan hanya mengharap kepada pemerintah tetapi justru saat ini adalah bagaimana
kita semua bisa membantu pemerintah. “Pemerintah sudah sangat berat, jangan
ditamabhi lagi bebannya. Kita yang muda-muda ini saatnya membantu meringankan beban
pemerintah,” kata Fajar Fikri yang saat ini internsip mendapat penempatan di RS.
Kamar Medika, Mojokerto (Jatim).(bersambung)
Gandhi Wasono M.