Oleh: Samiadji Makin Rahmat, Santri Embongan (Ketua SMSI/ Serikat Media Siber Indonesia) Jawa Timur
SURABAYAONLINE.CO – Euforia Kemenangan Timnas U-19 atas Timnas Thailand terbawa hingga mimpi ke alam langit. Setidaknya, tubuh yang penat, macet di jalan, suara parau karena berteriak sepanjang pertandingan terobati.
Hiruk-pikuk penonton yang berjubel memenuhi stadion GBT (Gelora Bung Tomo) Surabaya lebih dari 40 ribu orang, sedang laporan Panpel 33 ribu sekian, seakan terbayar lunas begitu gol dari Jens Revan berhasil mengoyak jala timnas Thailand.
Suasana haru-biru, teriakan histeris, tidak sedikit yang menangis bahagia, saat pemain naturalisasi Jens Raven mampu menjebol gawang Thailand di menit 18. Al faqir yang kebetulan satu tribun VIP sebelah barat bersama kursi deretan papanya Revan, melihat suasana nasionalisme luar biasa. Ternyata, ketika diri ini merasa bagian dari Ibu Pertiwi, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka tidak ada sekat pembatas. Semua membaur menjadi satu kesatuan, merah darahku, putih tulangku. Tanpa terasa, air mata menetes menyaksikan papanya Revan ikut berteriak-teriak mensyukuri gol sang putra, Pahlawan Merah Putih.
Bukan sekedar teknik bermain bola 45 X 45 di lapangan hijau, ada heroisme, strategi, yang jelas kadar cinta 24 karat sulit tertukar oleh apapun. Bahkan, siap mati di rumput hijau demi membela bumi Pertiwi dan sang Saka Merah Putih. Apalagi, saat menyanyikan lagu kebangsaan: “Indonesia Raya” dada ini gemuruh.
Wajar kalau Al faqir tergelitik dengan fatwa Hadratus Syech Hasyim Asy’ari, Rais Akbar PBNU tentang “Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman”. Ternyata istilah *hubbul Wathon minal iman* untuk membangkitkan jiwa patriotisme ini sudah menjadi kajian di kitab Al Mujalasah wa Jawahirul Ilmi karya Imam Abu Bakar Muhammad bin Marwan ad-Dinawari (wafat 333 H).
Dari jalur al-Asmai terdapat riwayat: “Aku mendengar seorang Badui berkata; apalagi kamu ingin mengenali seseorang maka perhatian bagaimana kerinduannya pada tanah airnya, kekangenan kepada kawan-kawannya, dan tangisannya atas apa yang telah berlalu dari zamannya.”
Arti kebenaran dan kecintaan seseorang, bukan semata pada wujud kutipan dari sabda Rasulullah yang shaheh, namun pitutur kalimat mutiara penuh makna juga mampu menjadi simbol keagungan dari cinta oleh cinta untuk cinta.
Maka, sah-sah saja, ketika penonton dengan bahasa Suroboyoan berteriak lantang: JANCOK, ketika ada pemain Garuda Muda ditebas lawan atau wasit dianggap curang karena membiarkan pelanggaran terj5. Itulah pilihan, termasuk mencintai republik Indonesia. Tumpah darah Indonesia. Sebagai bentuk rasa cinta sampai ke sumsum.
Seiring dengan lagu nasional “Tanah Airku”:
Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biar pun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanahku yang kucinta
Engkau kuhargai
…….
Walaupun banyak negeri ku jalani
Yang masyhur permai di mata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah kurasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau ku banggakan
Sungguh sangat meresap di hati. Bravo Timnas U-19, Bravo Garuda Muda, terus terbang tinggi ke angkasa, menerobos awan bintang gemilang. Dari cinta oleh cinta untuk cinta. Allahuakbar 3X. (*)