SURABAYAONLINE.CO – Konon ada banyak pengamat dari berbagai negara yg memantau langsung jalannya Pilpres 2024 dan Pilkada serentak 2024 di negeri kita ini. Awalnya terpikir dengan rasa bangga, yaah mereka mungkin mau belajar bagaimana negeri dengan jumlah penduduk besar dan tersebar di pulau-pulau bisa melaksanakan pemilu yang LUBER dan begitu demokratis. Membuat hati berbunga-bunga.
Tapi rasa bangga itu berangsur-angsur menjadi rasa was-was dan agak malu karena nuansa dan aroma “kriminalisasi” begitu kuat dalam prosesnya, walaupun semuanya nampak legal-legal saja. Lalu, apakah di Amerika yang katanya paling demokratis dan fair juga ada kriminalisasi?
Mencoba melirik situasi ini negeri jiran, kita temukan ternyata ada juga. Seperti dilansir dalam laman website https://www.democracydocket.com/news/republicans-are-manufacturing-fake-fraud/. Pada tahun 1981, di tengah persaingan pemilihan gubernur di New Jersey, sekelompok polisi yang berjaga-jaga menamakan diri mereka Satuan Tugas Keamanan Surat Suara Nasional sedang berpatroli di jalan-jalan.
Gugus tugas ini sebenarnya dibentuk oleh Komite Nasional Partai Republik, dengan tujuan menekan pemilih kulit hitam dan Latin guna mempengaruhi hasil pemilu. Hal ini merupakan contoh intimidasi pemilih yang sangat mencolok dan berujung tuntutan hukum. Namun konsep “polisi pemilu” tampaknya kembali muncul pada tahun 2022.
Undang-undang baru dimunculkan di Florida yang mengindikasikan perlunya menghidupkan peraturan untuk melindungi masyarakat dari rasa takut yang serupa. Namun, alih-alih bisa melindungi masyarakat dari intimidasi secara lahiriah, justru terbuka peluang terjadinya taktik penindasan pemilih yang terbaru di seluruh negeri yang potensial mengkriminalisasi lebih banyak aspek proses pemungutan suara dan administrasi pemilu.
Di Indonesia nampaknya tidak se-vulgar intimidasi diskriminatif seperti cerita Amerika itu. Justru lembut, santai, looks legal (tampak luarnya saja), dan kalaupun ada yang ‘ilegal’, sulit dijerat secara hukum yang dinilai ambigu oleh banyak pengamat hukum, kecuali memang ada oknum penguasa kuat yang mentargetkannya. Dalam suatu event pemilu, justru beberapa tokoh yang punya basis masa bisa ‘ditarget’ untuk mengarahkan voters.
Tapi bagi negeri yang besar seperti Indonesia berkepulauan banyak, sesungguhnya para perangkat desa lah yang menjadi “kunci kemenangan pemilu”, karena memang sehari-hari merekalah yang paling dekat dengan rakyat. Para perangkat desa ini sangat mengenal karakter masyarakatnya, issue yang paling mempengaruhi emosi pemilih juga dipahami oleh para perangkat.
Tapi untuk mengarahkan dan mengendalikan perangkat desa, aslinya dilarang undang-undang dan perangkat desa pun bisa melawan dengan berlindung pada peraturan perundangan. Hanya memang perangkat desa, adalah manusia biasa, tidak luput dari kesalahan. Entah kesalahan pribadi yang bisa dijerat pidana, maupun kesalahan yang terkait dengan tindak pidana korupsi.
Kesalahan pribadi kecil bisa dibesar-besarkan, demikian juga yang menyangkut keuangan, walaupun kesalahan administratif bisa besar urusannya dalam dugaan fraud berujung pidana dan copot jabatan. Pokoknya apapun bisa dijadikan masalah, dan itu sungguh menakutkan dan mengerikan.
Ironisnya, ketika maksud luhur untuk membangun desa digiatkan melalui penyaluran dana desa dan alokasi dana desa (ADD) secara intensif dan masif, justru inilah yang secara teori operasi “sluman slumun menang” jadi target sangat efektif. Sluman slumun menang (SSM) ini adalah istilah Jawa untuk operasi senyap efektif ala ‘Sun Tzu’.
Punggawa SSM biasanya senyum-senyum santai, sedikit cengegesan, juga lebay. Tidak lupa sesekali menunjukkan wajah plonga-plongo dan innocent. Tapi kaki tangannya (dalam istilah Jawa cecunguk atau begundal) bekerja keras mencari celah-celah intimidasi tersembunyi yang notabene mudah didapat, walau diawasi Bawaslu yang tidak sekuat dan segarang penegak hukum. Maka kalau dalam pemilu suatu angka kemenangan, misal ‘58%’ digaungkan oleh insitusi survey berbayar, sungguh mudah.
Karena dengan mentarget x% per desa dan di jumlah, maka jadilah angka ramalan yang seolah scientific dan kemenangan seolah fair dan ilmiah. Teknik operasi SSM ini mungkin dewasa ini sedang dipelajari oleh para pengamat luar negeri berbagai negara (bisa jadi diutus para kaum kaya oligarkh, atau juga lembaga-lembaga intelijen), untuk ditiru dari kesuksesan rezim kabinet konoha.
Operasi SSM, tidak hanya berdampak kemenangan, tapi berangsur-angsur niscaya merusak proses demokrasi JURDIL bin LUBER. Tidak hanya itu, dampak selanjutnya adalah maraknya kolusi, korupsi dan neporisme (KKN) yang menjadi landasan reformasi 1998. Anti KKN juga disebut dalam amandemen UUD. Jadi KKN itu sesungguhnya inkonstitusional. Tapi.kalau penguasa bilang tidak inkonstitusional ya, rakyat harus terima itu. Konstitusional.
Tetapi KKN disinyalir sudah terlanjur marak meluas, menyebar bagai kanker, dan mendarah daging dari oknum penguasa terbawah hingga yang paling atas. Sudah jadi tradisi. Maka rasanya sila ke-5 Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sulit dicapai. Indonesia Emas 2045 pun juga ‘madesu’ (masa depan suram) atau ‘maderu’ (masa depan runyam). Tapi bagi sindikasi para oligarkh yang mendapat benefit kemakmuran dari ratapan kesuraman dan kerunyaman rakyat kecil, mereka sedang kongkow-kongkow di pulau paradiso, dengan wainta-wanita cantik, sambil ketawa ketiwi penuh suka cita.
Sementara kaki tangan oligarkh di negeri ini, terus jual tampang dan ancaman, sok bermartabat dan terhormat tetapi sebenarnya tanpa martabat dan hormat.
Entahlah, apa mereka sadar sedang melawan dengan arogan kuasa TUHAN Semesta Alam yang memerintahkan hubungan bernartabat dan penuh hormat antar sesama manusia (habluminannas) dan kerundukan hati diri, rasa takut dan penyembahan dihadapan Sang Khalik (hablumminallah)??
Tapi tradisi politisi dan oligarkh itu ngeyel. Coba kalau berani berkilah di depan Malaikat: “Ini kan politik… ini kan bisnis?!” pasti langsung dihajar oeh Malaikat sampai kaing kaing.
Semoga Tuhan YME segera mewujudkan keadilan bagi rakyat yang tertindas, miskin dan kelaparan. Pengin juga sich menonton mereka yang congkak, menipu dan menindas rakyat merasakan penderitaan yang amat sangat, tapi gak boleh aah, pembalasan hanya ada di Tangan TUHAN. Kedaulatan Tuhan. Dan itu datangnya tiba-tiba dan sangat mengerikan. WallahualamAamiin