SURABAYAONLINE.CO – Virus korona varian baru meresahkan pasar dalam waktu yang singkat. Kekhawatiran menyebar secara cepat dan mengglobal bahwa varian ini akan mempengaruhi prospek pemulihan ekonomi global. Virus B.1.1.529 atau dikenal sebagai Omicron, memberikan pengertian bahwa virus ini merupakan bagian dari mutasi yang tidak biasa dan berbeda dari inkarnasi sebelumnya.
Menteri Kesehatan Afrika Selatan Mathume Joseph Phaahla mengatakan mutasi ini menjadi perhatian serius, karena para ahli virologi mendeteksi hampir 100 kasus terkait dengan varian di sana.
Penanganan virus jenis baru di Afrika Selatan menjadi sulit, karena berkembang kepada orang yang memiliki masalah dengan kekebalan atau mereka pengidap HIV/AIDS yang tidak diobati. Sedangkan Afrika Selatan memiliki populasi terinfeksi HIV hampir 8,2 juta orang, terbanyak di dunia. Sehingga hal ini yang membuat penanangan menjadi lebih sulit.
Penemuan virus baru terjadi di tengah perjuangan beberapa negara yang mengalami lonjakan gelombang baru Covid-19. Saat ini beberapa negara juga sedang mempertimbangkan untuk melakukan pembatasan baru. “Yang kami khawatirkan adalah penetrasi vaksin di Afrika Selatan sangat rendah, hanya 35% masyarakat dewasa yang sudah sepenuhnya diinokulasi. Untuk wilayah Afrika secara keseluruhan, baru 6,6% populasi yang sudah divaksinasi penuh.
Suntikan booster menjadi perhatian untuk menjadi penyelamat menjaga daya tahan tubuh untuk melawan varian baru,” kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, Senin (29/11).
Di Afrika Selatan, ada 2.465 kasus baru, naik sekitar 900 dalam kurun waktu 2 hari. Rasio antara kasus yang meningkat dan test mengalami kenaikan menjadi 6,5%. Sejauh ini varian baru sudah memberikan kontribusi sebanyak 75% dari genom yang diuji dan akan menuju 100% dalam kurun waktu beberapa waktu mendatang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) saat ini mengatakan bahwa virus yang ditemukan oleh para ilmuwan di Afrika Selatan cukup mengkhawatirkan.
Sejauh penelitian, gejala yang hadir merupakan gejala yang berbeda dan ringan, tentu harapannya adalah seperti itu. Sehingga sekalipun Omicron menggetarkan pasar, namun dampaknya terbatas. WHO mengatakan bahwa jika kandungan protein berubah, maka dikhawatirkan mutasi bisa membuat imunisasi menjadi kurang efektif.
WHO juga menemukan beberapa varian yang menarik, ada 4 varian baru yang menarik perhatian WHO. Sejauh ini varian baru tersebut mendorong berbagai peneliti, BioNtech SE, Pfizer Inch, dan AstraZeneca Plc langsung menyelidiki varian baru tersebut. Kabar baik langsung datang dari Moderna Inc. yang mengatakan bahwa vaksin baru untuk menghadapi Omicron akan tersedia pada awal tahun 2022.
Moderna juga langsung memobilisasi ratusan staff di Amerika bergerak lebih cepat untuk dapat mengalahkan virus. Di tengah situasi dan kondisi perkembangan Omicron, telah mendorong reaksi pelaku pasar dan investor menjadi khawatir. Indeks Dow Jones Industrial Average turun 905,04 point atau -2,53%, terdalam pada tahun 2021 ini. Indeks S&P 500 kehilangan -2,27% dan Nasdaq Composite sendiri turun -2,23%.
Imbal hasil US Treasury turun 15 bps menjadi 1,49%, karena sebelumnya ibal hasil US Treasury mengalami kenaikan. Bukan hanya Dow Jones yang terpukul, pasar Asia pun terkena pukulan yang cukup menyakitkan. Indeks Nikkei 225 jepang dan Hang Seng Hong Kong turun lebih dari 2%, bahkan Bitcoin pun turun 8%. Indeks volatilitas CBOE pun juga naik ke level tertinggi dalam kurun waktu 2 bulan terakhir.
Harga minyak jatuh 12% hingga menembus di bawah $70 per barel. Saat ini beberapa negara Eropa dan Asia telah menangguhkan penerbangan dari Afrika selatan sebagai tanggapan atas varian baru tersebut. Amerika saat ini tengah bekerja dengan para ilmuwan Afrika Selatan untuk mendapatkan susunan molekul varian sehingga tes laboratorium dapat dilakukan.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah, sejauh ini tingkat kemanjuran vaksin terus mengalami penurunan dari rentang bulan Februari hingga Oktober. Untuk vaksin Pfizer turun dari sebelumnya 86% menjadi 43%. Vaksin Moderna turun dari sebelumnya 89% menjadi 58%. Vaksin J&J turun dari sebelumnya 86% menjadi 13%.
Saat ini kami melihat, pasar sedang berada dalam tepian. Sejauh mana eksistensi dari virus Omicron ini ada, sejauh itu pula pelaku pasar dan investor akan khawatir karena akan mempengaruhi prospek pemulihan ekonomi global.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa masyarakat akan kembali melakukan penundaan konsumsi. Meski satu sisi ini akan membatasi inflasi dengan sendirinya, namun pemulihan ekonomi akan menjadi lebih terbatas,” kata Nico.
Sejauh mana pemerintah di semua negara beraksi untuk menangani Omicron, dan para perusahaan vaksinasi bertindak, sejauh itu pula pelaku pasar dan investor akan lebih tenang. “Namun apabila ternyata pengendalian tidak lagi menjadi efektif, maka kekhawatiran dan kepanikan akan kembali menghantui pasar. Kalau kita yakin bahwa negara negara lain belajar, penurunan dan koreksi, akan menjadi sebuah kesempatan untuk melakukan pembelian,” kata Nico. (Nug)