SURABAYAONLINE.CO-Machfud Arifin (MA) menggandeng Mujiaman Sukirno maju di Pilwali Kota Surabaya 2020. Pilihan yang mengejutkan banyak pihak dan juga analis politik. Seperti biasanya ada yang pro dan kontra dalam pemilihan Calon Wawali Kota Surabaya.
Menarik diulas, karena yang akan menjadi lawan yakni dari PDIP belum
memutuskan siapa yang akan menjadi lawan MA-Muji nanti. Akankah dengan
mulus MA menang atau sebaliknya?
MA didukung delapan partai jelas ini suatu keuntungan, tetapi ketika MA
menjatuhkan pilihan pada Muji yang profesional jelas ada kekecewaan dari
para pendukung yang delapan partai.
Sebanyak 31 Pimpinan Kecamatan (PK) Partai Golkar Kota Surabaya
menyatakan kekecewaannya karena Machfud Arifin (MA) memilih Mujiaman
Sukirno sebagai bakal calon wakil wali kota untuk maju di Pilkada
Surabaya 2020.
Menurut perwakilan PK dari 31 Kecamatan, Asrofi, mereka kecewa karena MA
memilih Mujiaman yang diusung PKB. Padahal, perolehan kursi di DPRD
Surabaya antara PKB dan Golkar sama-sama mendapat lima kursi. “Teman-
teman PK kecewa Pak MA memilih Dirut PDAM, namun apabila Pak MA memilih wakil dari independen maka kami legowo,” katanya.
Itu suara dari Partai Golkar, partai pendukung lain bisa jadi setuju dengan pendapat itu.
Apa yang diharap dari Muji? Idealnya Muji harus jadi vote getter untuk
memperkuat MA agar menang. Secara popularitas apalagi elektabilitas Muji
tidak punya. Artinya MA cukup yakin dengan gaya single fighter-nya selama
ini. Tidak ada tambahan suara, bahkan terancam ditinggal mereka yang
kecewa. MA hanya punya rencana tunggal, percaya pada desain yang ia rancang sendiri dan dilakukan sendiri dalam arti lain monoton.
Muji kurang populer selain bukan politikus juga prestasi di PDAM Surya Sembada tidak spektakuler. Memberi air bersih saja masih kedodoran,
banyak air buthek dan mampet buat warga Surabaya. Kapabilitasnya untuk
menerima tangungjawab untuk masyarakat yang lebih besar masih diragukan. Jadi Muji bisa dongkrak suara MA? Masih dipertanyakan.
Mengutip Samsurin koordinator Koalisi Membangun Surabaya atau
koalisi non- parlemen Surabaya punya pendapat bahwa MA-Muji bukan
pasangan ideal. Apalagi jika PDIP mengusung duet Abang-Ijo, PDI-P dengan
background nasioalis ke-Suroboyoan dan religius adalah kultur dari orang
Surabaya.
Kombinasi sepeti ini dengan mudah akan merontokkan MA-Muji. Apalagi kominasi ini akan meneruskan kombinasi di Pilpres dengan para pendukung yang militan.
Duet Aseng
Santer terdengar bahwa terpilihnya Muji karena program-program membutuhkan dana yang tidak sedikit. Fokus programnya pembenahan infrastruktur–program yang masuk akal karena Surabaya masih belum bebas banjir.
Kemacetan juga sudah mulai menghantui, sehingga Surabaya perlu transportasi massal seperti LRT atau MRT. Semua program ini perlu dana besar bahkan kalau perlu mengundang investor.
Nah kalau ini tujuannya, menjadi masuk akal Muji dipilih karena Muji pernah bekerja cukup lama di Amerika Serikat. Koneksi dengan asing inilah yang akan dipakai untuk mendatangkan investor asing masuk Surabaya.
Kalau ini terjadi, kue pembangunan tidak akan dinikmati warga Surabaya, seperti yang sudah terjadi di Proyek Nasional, tuan rumah hanya akan jadi penonton.(satwiko rumekso–jurnalis)