SURABAYAONLINE.CO – Warga Surabaya, termasuk yang sekarang tinggal di luar kota , berharap pengganti Tri Rismaharini adalah sosok walikota yang memiliki kaliber yang sama.
Tinggal mempertahankan dan melanjutkan. Bukan hal yang susah selama pemimpin eksekutif di kota tersebut memiliki komitmen dan keberpihakan yang nyata kepada kemajuan kota dan kesejahteraan masyarakatnya. Bukan walikota yang terombang-ambing oleh tarik-menarik kepentingan politik.
“Andaikan Pak Dahlan (Dahlan Iskan) berkenan maju sebagai calon walikota Surabaya, selesai sudah diskusi kita soal Pilwali 2020 ini,” guyon seorang teman wartawan kepada saya.
Saya setuju pendapat itu meski tentu tidak setuju dan tidak ikhlas Pak Dahlan Iskan, guru jurnalistik dan manajemen saya, di “downgrade” menjadi walikota dari posisi yang pernah diemban sebelumnya yaitu Menteri BUMN dan tentu saja bakal calon presiden.
Guyonan teman tadi jadi mengingatkan saya pada peristiwa 15 tahun yang lalu ketika PDIP yang akan mengusung Bambang DH sebagai Cawali Surabaya melakukan jajak pendapat.
Tujuan inti dari jajak pendapat itu adalah untuk melihat siapakah figur yang kira-kira bisa mengalahkan Bambang DH dalam pilwali.
Dari hasil pendapat itu, hanya ada satu nama yang hampir pasti akan mengalahkan Bambang DH, yaitu Dahlan Iskan.
Pak Dahlan waktu itu adalah Chairman Jawa Pos Group dan juga CEO PT Panca Wira Usaha (PWU), BUMD milik Pemprov Jatim.
Dari hasil jajak pendapat itu, PDIP kemudian melalukan komunikasi dengan Pak Dahlan untuk sounding apakah tokoh pers nasional ini akan maju.
Bisa dipastikan Pak Dahlan tidak akan bersedia maju dalam Pilwali Surabaya 2005 tersebut.
Tampaknya PDIP memilih aman dengan meminang Pak Dahlan agar berkenan untuk menunjuk orang yang direstui untuk maju sebagai calon wakil walikota mendampingi Bambang DH.
Yang ketiban sampur adalah senior saya Arif Afandi yang saat itu menjadi Pemimpin Redaksi Jawa Pos. Skenario itu pun mulus dan pasangan Bambang DH – Arif Afandi terpilih sebagai Walikota – Wakil Walikota Surabaya 2005-2010.
Namun Arif Afandi pernah bercerita kepada saya bahwa proses politik ketika dia berhasil mendampingi Bambang DH tidak sesederhana itu. Ada proses politik yang dia lakukan sendiri juga.
Karena pertarungan yang belum tuntas pada 2010, karena saat itu pasangan Arif Afandi – Adies Kadir kalah tipis dengan Risma – Bambang DH apakah Arif akan maju lagi pada 2020 ini?
“Saya tidak akan maju lagi Fan, wis cukup di politik. Sekarang tidak cukup hanya bermodal gagasan,
harus punya uang yang cukup,” kata Arif Afandi melaui pesan WA kepada saya Kamis (26/2/2020).
Dalam sebuah kesempatan silaturahmi di kediaman Pak Dahlan Iskan di Jakarta sekitar sebulan lalu, saya sempat menyinggung tentang Pilwali Surabaya 2020.
Tepatnya saya bertanya kepada Pak Dahlan apakah Azrul Ananda akan maju dalam Pilwali 2020. Karena saya pernah bekerja cukup dekat dengan Azrul dan tahu persis pemikiran-pemikiran Azrul sehingga saya yakin di tangan putra sulung Pak Dahlan Iskan ini, Surabaya bisa semakin maju.
Cukup lama memimpin Jawa Pos dan sekarang menjadi Presiden Persebaya, Azrul termasuk potential candidate di luar partai politik yang memiliki tingkat popularitas cukup tinggi.
Bahkan dibandingkan nama-nama kandidat yang sekarang muncul ke publik, popularitas Azrul Ananda mungkin yang tertinggi. Namun dalam dunia politik popularitas dan elektabilitas adalah dua hal yang berbeda. “Anaknya (Azrul Ananda, Red.) gak mau.
Kalau mau ya saya dukung, tapi dia gak mau,” kata Pak Dahlan Iskan seraya berpesan kepada saya pribadi agar tidak usah ikut-ikut politik praktis. “Istiqomah saja di jalur profesional dan bisnis seperti sekarang. Sudah bagus,” kata Pak Dahlan. “Baik Pak siap,” kata saya.
Sekitar dua pekan setelah pertemuan saya dengan Pak Dahlan tersebut, saya menerima kiriman video dari teman tentang dukungan lisan Pak Dahlan Iskan kepada salah satu tokoh yang bersiap maju dalam Pilwali Surabaya 2020. Tokoh yang didukung Pak Dahlan tersebut adalah Machfud Arifin.
Saat pulang ke Surabaya pekan lalu, saya amati billboard yang paling banyak di jalanan adalah milik Irjen Pol (Purn.) Machfud Arifin (59 tahun).
Sebelum pensiun Machfud menjabat Kapolda Jatim. Dari berbagai kandidat yang muncul sampai saat ini, sepertinya Machfud Arifin adalah yang paling siap secara mental, spiritual, dan finansial.
Diantarkan sahabat saya Imam Syafii (Anggota DPRD Kota Surabaya dari Partai Nasdem), Machfud sudah sowan ke kantor DPP Partai Nasdem di Jakarta untuk menjajaki kemungkinan mendapatkan dukungan dan rekomendasi dari partai yang dipimpin Surya Paloh tersebut.
Dengan penampilan dan gaya milenial, pensiunan jenderal bintang dua ini sudah turun ke bawah bertemu dengan masyarakat yang berpeluang menjadi konstituennya nanti.
Menurut sejumlah teman, Machfud sangat mungkin didukung hampir semua partai politik untuk melawan jago dari PDI Perjuangan. Benarkah demikian? Belum bisa dipastikan. Masih jauh.
Tapi Machfud sudah muncul ke publik dan siap bertarung pada September nanti.
Yang sangat krusial dan ditunggu oleh publik Surabaya adalah turunnya surat rekomendasi dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Sekali lagi, Surabaya adalah kandang banteng. Siapapun sosok yang sudah mendapat restu dari Mbak Mega berpeluang sangat besar memenangi Pilwali Surabaya.
Koalisi Partai Golkar dan Demokrat pada 2010 (saat Partai Demokrat masih menjadi ruling party), tetap gagal menaklukkan Banteng di Surabaya.
Tentang kandidat dari PDIP sudah banyak diulas oleh teman-teman wartawan maupun pakar politik di Surabaya.
Isunya bersifat internal yaitu persaingan antara kandidat yang dijagokan oleh Bambang DH (Ketua Bapilu DPP PDIP) dan kandidat yang diusulkan Tri Rismaharani.
Kepada siapa Mbak Mega menjatuhkan pilihan? Kita lihat saja nanti. Bambang DH adalah yang memegang mesin politik PDIP di Surabaya sedangkan Risma yang dinilai sukses dua periode memimpin Surabaya adalah “anak emas” Mega.
Kita tunggu saja. Dalam konteks ini nama-nama yang beredar antara lain: Wisnu Sakti Buana (Wakil Walikota Surabaya sekarang), Armuji (Anggota DPRD Jatim Fraksi PDIP), dan Dyah Katarina (istri Bambang DH).
Di luar itu, sejumlah nama juga mulai beredar di publik termasuk calon-calon perorangan (independen). Bahkan berbagai spekulasi liar juga sempat muncul menyambut Pilwali Surabaya 2020
ini seperti PDIP akan kembali menurunkan Puti Guntur Soekarno yang sebelumnya gagal dalam Pilkada Jawa Timur.
Juga sempat beredar rumor Emil Dardak (Wagub Jatim) dan Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi) akan maju dalam Pilwali Surabaya 2020.
Daripada berspekulasi lebih baik kita menunggu jadwal KPU Surabaya hingga mengumumkan secara resmi nama-nama Calon Walikota dan Wakil Walikota Surabaya periode 2020-2025. Membangun Kota Membangun Peradaban
Membangun kota bukan hanya membangun fisik tetapi juga membangun sebuah peradaban. Dan Surabaya dalam kurun 10 tahun terakhir berhasil melakukan hal tersebut.
Dalam hal yang paling kasat mata, urusan tertib berlalu lintas, Surabaya sukses menjadi kota yang paling tertib dan relatif lebih beradab dibandingkan kota-kota besar lain di Indonesia.
Pada setiap traffic light, saya melihat kendaraan bermotor tertib berhenti di belakang garis. Menyebrang jalan di zebra cross pun menjadi nyaman.
Kendaraan bermotor melawan arus berjamaah, belum pernah saya lihat di Surabaya. Apakah berarti kesadaran tertib berlalu lintas warga Surabaya sudah baik? Mungkin juga belum.
Mereka tertib mungkin karena takut ada CCTV yang merekam dan kalau melanggar akan kena tilang.
Apapun itu, tujuan mencapai ketertiban bisa diwujudkan. Pada masyarakat di mana saja, bahkan di negara maju sekalipun, social order hanya bisa dicapai dengan law enforcement.
Tanpa itu non sense. Memang kesadaran masyarakat juga menjadi kunci dalam sukses tidaknya sebuah kota membangun peradaban warganya.
Namun tanpa adanya dorongan dari pemerintah setempat juga tanpa dukungan infrastruktur yang mendukung terbangunnya masyarakat yang beradab, rasanya berat.
Cerita tentang wajah kota Surabaya sekarang akan sangat panjang dituliskan di sini. Terlalu banyak hal baik untuk diceritakan. Gang Dolly bisa hilang itu sebuah pencapaian.
Kawasan Jalan Irian Barat, juga wajah malam di sepanjang Jalan Panglima Sudirman, semua tinggal kenangan. Kawasan Jembatan Merah yang dulu kumuh sekarang juga bersih. Kenjeran juga menjadi jujugan.
Bahkan kita pun sulit menemukan tunawisma, gelandangan, juga pengamen jalanan di lampu-lampu merah. Padahal di Roma, ibukota Italia, masih banyak pengamen jalanan.
Bahkan tukang membersihkan kaca mobil di lampu merah (traffic light), juga bisa ditemukan di Roma. Namun sudah tidak ada di Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia.
Hal-hal baik ini, teman-teman semua pasti sepakat, harus dipertahankan oleh siapapun yang memimpin Surabaya berikutnya. Syukur-syukur jika
bisa lebih baik.
Kalau ada yang kurang dari Surabaya mungkin kurangnya objek wisata. Memang Surabaya adalah kota industri dan perdagangan, namun jujugan wisata dan objek-objek untuk tempat wisatawan selfie, juga perlu dipikirkan.
Jika Anda bertanya kepada orang Surabaya atau Jawa Timur tentang objek wisata apakah yang ada di Surabaya, saya pastikan mereka akan langsung menyebut Kebun Binatang Surabaya.
Urusan membangun objek wisata, saya. melihat Kota Batu adalah juaranya.
Ini semua tentang yang kasat mata,
belum bicara tentang strategi pertumbuhan ekonomi, investasi, juga tentang bagaimana pelayanan publik dijalankan.
Semua hal tersebut harus dibangun menjadi lebih baik dan semakin baik. Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) harus digunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan dan kenyamanan masyarakat. (bersambung)
*Tofan Mahdi, Wakil Pemimpin Redaksi Jawa Pos (2007) dan Pemimpin Redaksi SBO TV Surabaya (2008-2009)/ Email: tofan.mahdi@gmail.com