SURABAYAONLINE.CO-Sabtu malam, 1 Februari 1919, sebuah perhimpunan dibentuk di bawah naungan Sarekat Islam (SI) Semarang. Namanya Sarekat Kere (SK). Sesuai namanya, yang berkumpul dalam sarekat ini ialah orang-orang kere (miskin).
Sarekat Kere dibentuk di rumah Partoatmodjo, seorang anggota Sarekat Islam sekaligus redaktur surat kabar Sinar Hindia. Dalam pertemuan malam itu, Partoatmodjo menyebut Sarekat Kere dibentuk untuk menjalin persatuan kaum kere dari segala bangsa. Syaratnya hanya satu, tidak punya bondo (harta).
“Adapun maksudnya dan tujuannya perhimpunan Sarekat Kere itu hanya buat segala bangsa yang terlalu miskin menjadi tiada memandang yang terlalu miskin, menjadi tiada memandang bangsa apa saja asal tidak punya bondo, yang hendak masuk menjadi lid (warga) S.K. mesti ditrima,” sebut Partoatmodjo seperti dikutip Sinar Hindia, 3 Februari 1919.
Meski tujuan utamanya menyatukan kaum kere agar dapat saling membantu, namun Sarekat Kere ternyata punya tujuan lain. Malam itu, secara lebih spesifik, Partoatmodjo menyebut pentingnya persatuan antara orang kere Tionghoa dan bumiputra.
“…maka perhimpunan S.K. menerima segala bangsa yang terlalu miskin supaya kita orang semua bisa menjadi satu maksud atau satu tujuan yang kemudian hari janganlah sampai menimbulkan perselisihan antara bangsa T.H. en B.P. utama, yang tumpah darahnya di Hindia,” terang Partoatmodjo.
Ditegaskannya mengenai persatuan orang Tionghoa dan bumiputra dalam Sarekat Kere ini tampaknya berkaca dari peristiwa kerusuhan di Kudus akhir 1918. Sekitar bulan Oktober 1918, terjadi kerusuhan yang timbul karena gesekan antara Tionghoa dan bumiputra di Kudus. Kerusuhan itu menyebabkan orang-orang Tionghoa Kudus harus mengungsi.
“Oleh karena jikalau tidak begitu akan bisa di belakang kali boleh jadi menimbulkan perselisihan sebagai yang telah terjadi di Kudus, itulah dipandang oleh S.K. perbuatan yang amat kejam, maka S.K. mencari daya upaya supaya leden baikpun bangsa Tionghoa atau bumiputra jangan sampai menaruh kebencian pihak satu sama lain, S.K. akan mengadakan guna keperluannya leden yang mana terlalu miskin dan lagi leden dari S.K.,” jelas Partoatmodjo.
Partoatmodjo menambahkan, Sarekat Kere juga akan memberikan bantuan hukum jika ada orang kere yang terlibat kasus hukum. “Jika mendapat kesalahan yang melanggar Wet negeri akan mendapat perbantuannya bestuur hingga sempat di muka pengadilan,” sebutnya.
Sarekat Kere hanya menerima anggota orang kere. Orang kaya tidak boleh masuk, namun boleh memberi sumbangan. “Adapun perhimpunan S.K. juga menerima lid orang yang kaya, tetapi itu orang kita anggap derma saja (donnatur) yang tidak dapat suara,” ungkap Partoadmodjo.
Pada pertemuan malam itu, meraka kemudian memilih Kromoleo sebagai ketua. Kromoleo merupakan anggota Sarekat Islam yang juga seorang dalang wayang golek. Sementara itu, Partoatmodjo sendiri dipilih sebagai wakil ketua. Pengurus lainnya, termasuk orang Tionghoa, antara lain Liem Pen Lip, The Koe Tjing, S. Parto H, Soelatin, Oei Ong Kwe, Sanjoto, Pomo, dan Rame.
Selain guna menyatukan kaum kere, memberi bantuan hukum serta menghindari perselisihan antara Tionghoa dan bumiputra, Sarekat Kere juga dimanfaatkan untuk membangun posisi tawar orang kere di hadapan orang kaya. Soe Hok Gie dalam Di Bawah Lentera Merah menyebut bahwa golongan kere di Semarang sangat ditakuti oleh orang-orang Eropa.
“Golongan kaum gembel ini siap untuk mendengarkan the cry of agitator. Kaum yang tidak mempunyai apa-apa ini dengan sendirinya memiliki keberanian lebih besar untuk bertindak dan sangat mudah dibakar semangatnya,” tulisnya.
Ketua Sarekat Kere, Kromoleo, pernah menulis syair berjudul Sair kita voor saudara Marco. Melalui beberapa bait dalam syair yang dipublikasikan Sinar Hindia, 3 Maret 1919 ini, Kromoleo hendak menegaskan eksistensi Sarekat Kere yang ditakuti bangsawan dan kapitalis.
Kromolamoek poenya koempoelan/Keree namanja boekan hartawan/Nama bagoes tida berdjalan/Itoe nama Keree nakoeti kaoem bangsawan.
Orang tanjak takoet itoe nama/Karena koempoelan gombal jang pertama/Biar bagoes dan kaja bagimana/Bangsa belanda liat semoea hina.
B.P. dan T.H. menjadi goembira/Dengar Keree mendjelma/Kapitalisme misti kasih derma/Takoet gombal nanti mara.
Ini Keree Sociaal namanja/Soedah tentoe lekas bergeraknja/Karena Sneevliet tinggal suaranja/Ada satoe Kromo nanti ambil tempatnja.(historia)