SURABAYAONLINE.CO — Logos is the means of persuasion by demonstration of logical proof, real or apparent (A New History of Classical Rhetoric, 1994).
Kutipan di atas dari buku “A New History of Classical Rhetoric. Dinyatakan bahwa, Logos adalah cara persuasi dengan menunjukkan bukti logis, nyata atau jelas. Jadi, logos itu penting dalam retorika untuk membujuk pendengar atau pembaca secara logis disertai bukti nyata dan jelas.
Logos—menurut Aristoteles— adalah salah satu unsur retorika selain ethos dan pathos. Seorang pembicara atau penulis harus memiliki kemampuan logos. Penalaran secara logis (logical reasoning) merupakan kunci utama untuk dapat meyakinkan pendengar atau pembaca.
Kalau ethos terkait kepercayaan diri dan kredibilitas. Ini dibangun dengan kejujuran dan track record sejarah hidupnya. Pathos berkaitan dengan emosi dan kemampuan merasakan perasaan dan batin orang lain. Sementara logos unsur ketiga yang sangat penting juga. Ethos dan pathos tanpa logos akan ganjil tidak lengkap. Apa yang disampaikan pembicara atau penulis memerlukan logika.
Pikiran logis dilakukan dengan menggunakan strategi untuk mengklain kebenaran. Untuk dapat meyakinkan pendengar atau pembaca, kita harus bisa memberikan urian (deskripsi) bukti, dan contoh-contoh. Jadi, agar klaim bisa dipercaya, pembicara atau penulis harus memberikan uraian bukti. Dia harus memberi bukti dan contoh.
Misalnya saja, seorang pembicara atau penulis mengatakan bahwa orang sukses tidak selalu karena berpendidikan tinggi. Maka, dia harus dapat memberikan uraian bukti (evidence). Karena dengan pernyataan tersebut, dia harus bisa meyakinkan pendengar atau pembacanya.
Adapun bukti (evidence), misalnya kita menyebut nama Ali Murtopo sukses sebagai menteri penerangan era orde baru. Susi Pujiastuti, sukses sebagai menteri perikanan era Jokowi. Contoh lagi, Colonel Harland Sanders, pria di balik suksesnya makanan siap saji Kentucky Fried Chicken.
Klaim bahwa tidak semua orang-orang sukses itu karena pendidikan tinggi merupakan pernyataan umum. Ini perlu penjelasan. Ini harus diberi argument. Di samping diuraikan, klaim tersebut lebih bisa dipercaya dengan bukti-bukti dan contoh orang-orang sukses yang tidak berpendidikan tinggi. Bahkan, ada yang pendidikan formalnya gagal. Namun, di balik itu, mereka sukses sekali.
Itu salah satu kemamapuan retorika. Pembicara atau pendulis menampilkan kemampuan logos. Pemaparan secara ekspositori seperti itu merupakan kemampuan logos seorang pembicara atau penulis. Jadi, logos seperti di atas itu, dimulai dengan klaim. Lalu dijelaskan dan dibuktikan. Akan lebih afdol lagi, jika bukti dan contohnya berupa pengalamannya sendiri. Ini akan membantu tidak hanya logos saja tetapi juga membangun ethos. Kredibilitas Sang Pembicara atau penulis.
Ada contoh logos yang lain. Dalam penalaran, ada premis mayor, premis minor, dan simpulan. Premis mayor misalnya, “ semua binatang itu bernapas”. Premis minor, “Kucing itu binatang.” Maka, simpulanya adalah “bahwa Kuning itu bernapas.” Dari kata binatang yang universal, dan Kucing juga binatang sebagai data yang spesifik.
Itu sebabnya, pembicara atau penulis harus hati-hati menyatakan premis mayor. Misalnya, jika seorang pembicara mengatakan bahwa “Semua manusia itu berbohong.” Maka, pembicara atau penulis tersebut juga berbohong. Mengapa? Karena pembicara atau penulis itu juga manusia. Dan, semua manusia berarti termasuk dia juga. Intinya. Logos itu penalatan logis. Logos sangat penting dalam retorika. Jika Ethos dan Pathos sudah dipenuhi, maka Logos juga harus dipenuhi oleh seorang pembicara atau penulis.
Penulis adalah Pengamat Pendidikan dan Sosial; President of International Association of Scholarly Publishers, Editors, and Reviewers (IASPER); dosen STIE Perbanas Surabaya