SURABAYAONLINE.CO – Gerilyawan TPNPB-OPM memonitor pergerakan KRI Teluk Calang 524 yang bersandar dan menurunkan pasukan TNI di Pelabuhan Poumako, Timika, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, pada Sabtu (12/04/2025).
Aktivitas itu dinilai sebagai langkah persiapan perang melawan gerilyawan separatisme TPNPB-OPM, yang akhir-akhir ini gencar membunuh hingga belasan warga yang dianggapnya mata-mata TNI.
Pernyataan itu disampaikan TPNPB-OPM melalui Juru Bicaranya, Sebby Sambom, lewat Siaran Pers yang diterima jurnalis, Minggu (13/04/2025) pukul 08.33.
Siaran Pers itu tidak menyebut berapa jumlah personel TNI yang keluar dari lambung KRI Teluk Calang 524 itu. Namun Sambom mengatakan total jumlah pasukan TNI yang sudah berada di Papua sebanyak 6.100 personel, yang tiba secara bertahap sejak Januari hingga 13 April 2025.
“Sudah sebanyak 6.100 personel militer Indonesia yang tiba di Papua sejak Januari sampai 13 April 2025, untuk perang melawan kami. Mereka tiba di Papua di bawah Pangkowil III (mungkin yang dimaksud Kogabwilhan III) yang bermarkas di Timika,” kata Sambom.
Selain rilis tertulis, Sambom juga melansir sejumlah foto diantaranya sebuah kapal perang bernomor lambung 524, yang diperkirakan KRI Teluk Calang.
Juga beberapa ‘lembar’ foto digital, diantaranya 2 unit helikopter militer dalam formasi terbang rendah, helikopter mendarat, kendaraan lapis baja dan pasukan TNI dengan atribut dan properti lengkap diantara anak laki-laki Papua usia SD.
Foto-foto tersebut tergambarkan berada di tanah datar yang luas, dilingkungi bebukitan dan diperkirakan berada di wilayah pegunungan Papua Tengah.
Kecuali pasukan TNI yang turun dari kapal perang, Sambom juga mencurigai adanya ribuan anggota TNI yang masuk Papua secara diam-diam menggunakan kapal dan pesawat sipil lainnya.
“Jumlahnya belum kami ketahui. Yang tahu hanya Panglima TNI dan DPR-RI sebagai kebijakan pertahanan, untuk merespon ancaman perjuangan dan politik Papua Barat,” ujar Sambom, yang mengaku terlambat punya istri sehingga 3 anaknya masih kecil-kecil dan tinggal bersamanya di hutan.
Menyikapi situasi seperti itu, Sambom meminta agar masyarakat sipil, ibu hamil, perempuan dan anak-anak segera menjauh dari daerah konflik bersenjata. Bila perlu pemerintah Indonesia mengevakuasinya, agar mereka terhindar dari ancaman kematian.
Hal itu dimaksudkan, kata Sambom, sebagai konsekuensi ratifikasi Humaniter, hukum perang internasional, guna meminimalisir jatuhnya korban sipil yang tidak turut berperang. (fin)