SURABAYAONLINE.CO | JAKARTA – Perseteruan antara Ancol Mall (PT WAIP) dengan PT MEIS/Mata Elang, soal sengketa perjanjian sewa menyewa ruangan dinyatakan telah selesai. “Berakhir Sudah Perseteruan Hukum Antar PT WAIP (Ancol Mall) dengan PT MEIS/Mata Elang (Selaku Tenant Ancol Mall),” ujar pengacara Ancol Mall (PT WAIP), Adi Warman, SH kepada dalam rilis yang dikirim kepada surabayaonline.co, Senin (26/4/2021).
Menurut Adi Warman, perseteruan itu, berawal atas perjanjian sewa menyewa ruangan di Ancol Mall pada 21 Maret 2012 lalu, antara PT WAIP (Ancol Mall) dengan PT MEIS/Mata Elang, selaku penyewa.
Mata Elang menggunakan ruangan tersebut untuk menjalankan usahanya di bidang music entertainment dan music stadium, yang harus tunduk akan peraturan yang berlaku.
Namun Mata Elang dalam menjalankan usahanya tidak mematuhi ketentuan perizinan sebagaimana diatur dalam PERDA No.15 tentang Perizinan Tempat Usaha.
“Pada kenyataanya dalam menggelar acara Mata Elang tidan memenuhi SOP (Standar Operasional Prosedur), sehingga mendapat teguran dari pihak kepolisian,” ungkap Adi Warman
Selain itu, Mata Elang juga tidak melakukan kewajiban pembayaran beban biaya atas makanan dan minuman yang dibawa sendiri oleh pengisi acara. Serta kewajiban melakukan pembayaran rekening listrik dan air yang dilanggar dalam perjanjian sewa menyewa ruangan Ancol Mall.
Untuk menyelesaikan masalah wanprestasi tersebut, menurut Adi Warman, pihak Ancol Mall mencoba menyelesaikan secara kekeluargaan dengan Mata Elang namun gagal. Hingga akhirnya dengan terpaksa Ancal Mall melakukan gugatan wanprestasi terhadap Mata Elang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tahun 2014.
“Nomor perkara : 297/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Utr, dan gugatan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal 18 Agustus 2015,” ujar pengacara Adi Warman.
Bahkan, keputusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dalam putusannya Nomor : 629/Pdt/2016/PT DKI tanggal 16 Desember 2016. Sementara kasasi yang diajukan oleh Mata Elang ditolak oleh Mahkamah Agung berdasarkan putusan Mahkamah Agung nomor : 2430/K/Pdt/2018 tertanggal 30 Oktober 2018.
Hingga akhirnya Mata Elang mengajukan Permohonan Peninjauan kembali ke Mahkamah Agung akan tetapi permohonan PK nya ditolak oleh Mahkamah Agung berdasarkan putusan PK Mahkamah Agung nomor : 547/PK/Pdt/2020 tertanggal 24 Agustus 2020.
Sehingga, kata Adi Warman, terhadap putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka kemudian dilakukanlah eksekusi pengosongan atas ruangan yang disewa Mata Elang sesuai dengan penetapan PN Jakarta Utara Nomor 23/Eks/2019/PN.Jkt.Utr. Jo No. 297/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Utr. Jo No. 629/Pdt/2016/PT.DKI, Jo No. 2430/K/Pdt/2018 yang pelaksanaan eksekusi tersebut telah selesai dilakukan pada tanggal 22-29 Juli 2020 .
Dengan demikian ruangan yang sebelumnya disewa Mata Elang dengan eksekulsi itu, maka kepemilikannya kembali sepenuhnya dikuasai oleh PT. WAIP selaku pengelola gedung Ancol Mall yang bekerjasama dengan pemilik kawasan PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk.
Sehubungan dengan pelaksanaan eksekusi pengosongan tersebut, pengacara Ancol Mall, mengatakan barang-barang milik termohon eksekusi (Mata Elang) dititipkan di gudang yang terletak di kompleks pergudangan Pantai Indah Dadap.
Bahkan untuk memudahkan, setiap saat, Mata Elang dapat mengambil barang-barangnya. Namun sampai saat ini Mata Elang belum juga mengambil barang-barang tersebut. Kini PN Jakarta Utara melayangkan surat kepada Mata Elang, agar mengambil barang-barangnya tersebut dan memberikan tenggang waktu selama 45 hari dari tanggal 19 Oktober 2020.
Jika batas waktu tersebut, barang tidak diambil, maka PN Jakarta Utara dan pemohon Eksekusi/ PT. WAIP tidak bertanggung jawab atas segala kerusakan dan kehilangan atas barang-barang tersebut.
Pengacara PT WAIP, Adi Warman, mengungkapkan adanya upaya perlawanan yang tidak professional oleh Mata Elang selama proses gugatan wanprestasi tersebut.
“Akan tetapi upaya-upaya yang dilakukan cenderung bersifat fitnah untuk menekan PT. WAIP selaku Penggugat, bahkan menyerang kehormatan dan nama baik pemilik PT. WAIP, Fredie Tan alias Awi,” ujar Adi Warman.
Adapun upaya-upaya tersebut berupa membuat beberapa laporan polisi baik di Polda Metro maupun di Mabes Polri dan Ke Kejaksaan Agung. Akan tetapi semua laporan polisi tersebut telah dihentikan oleh Penyidik (SP3) dan mengajukan beberapa gugatan ke PN Jakarta Utara yang putusannya ditolak dan atau tidak diterima.
Menurut Adi Warman apa yang dituduhkan kepada kliennya termasuk Fredie Tan alias Awi tidak benar. “Oleh sebab itu kami minta kepada Mata Elang untuk menghentikan kegiatan-kegiatan tersebut dan mohon media massa tidak menyebarkan berita yang tidak benar tersebut (hoax),” ujar Adi Warman. (*)