SURABAYAONLINE.CO, Malang – Mikroplastik belakangan ini, menjadi topik yang relevan dan penting di era modern. Maklum partikel‐partikel plastik berukuran sangat kecil ini, tersebar di setiap lini kehidupan rumah tangga, mulai dari kemasan makanan hingga peralatan sehari-hari dan ternyata menyimpan bahaya laten yang perlu segera ditanggapi melalui kebijakan.
Ancaman nyata ini mengantarkan Yayasan Ecoton yang selama ini intens melakukan kampanye tentang bahaya mikroplastik ini berkunjung Komisi C DORD Kota Malang.
Komisi C langsung menangkap isu lingkungan ini sebagai prioritas strategis, bukan hanya pengelolaan sampah hilir, tetapi juga upstream (hulu): edukasi masyarakat, perubahan perilaku, dan intervensi kebijakan.
Ketua Komisi C, Muhammad Anas Muttaqin yang memiliki kewenangan masalah isu lingkungan menyambut baik upaya tersebut dan siap menindaklanjuti dalam bentuk regulasi.
Hingga saat ini Kota Malang belum memiliki perda atau peraturan yang mengatur pembatasan penggunaan plastik sekali pakai.
Sebagai tindak lanjutnya, Anas mengusulkan praperda. “Kami akan memasukkan praperda dalam rancangan kerja pembahasan tahun ini. Tahun 2026 realisasi menjadi Perda resmi,” terangnya.
“Namun, kampanye bahaya mikroplastik dan sampah plastik tidak dapat ditunda lagi. Edukasi dan tindakan kolektif harus dimulai dari sekarang, bersama Ecoton,” tegasnya.
Seperti diketahui, berdasarkan studi publikasi Environmental Science & Technology tahun 2024, masyarakat Indonesia rata-rata mengonsumsi sekitar 15 gram mikroplastik per bulan atau setara dengan 1 kartu ATM.
Mikroplastik ditemukan menyebar dalam air (sungai, air kemasan), biota (ikan, kerang, udang), makanan, hingga atmosfer.
Bahkan telah terdeteksi pada organ tubuh manusia, seperti paru-paru, jantung, darah, kulit, plasenta, dan urin.
Riset terbaru di Jakarta (Pulau Onrust, Untung Jawa, Kecipir) menunjukkan adanya puluhan partikel mikroplastik per 10 liter air.
Contohnya, di Pulau Onrust ditemukan 35 partikel/10 L air permukaan; serta ditemukan pula pada swab kulit warga (19 partikel) dan daun tanaman (7 partikel).
“Di Malang, hasil pemantauan Ecoton menunjukkan udara di Kota Malang mengandung sekitar 50 partikel mikroplastik setiap dua jam, terutama akibat sampah plastik yang dibuang sembarangan,” ujarnya.
Penelitian di kawasan mangrove (Desa Labuhan) mencatat 9.168 partikel mikroplastik per 50 L air, dan 17–36 partikel per 50 gram sedimen. Jenis partikel yang dominan: fiber, fragmen, film, dan foam.
Menurut Anas saat ini masalah mikroplastik segera ditangani. Terutama dampak untuk Kesehatan dan Lingkungan.
Mikroplastik sudah terbukti masuk ke tubuh manusia dan menyebar ke berbagai organ penting. Di Malang lingkungan perairan dan udara terkontaminasi.
Belum adanya adanya Perda atau Perkada menjadikan mitigasi risiko mikroplastik belum terstruktur dan konsisten.
“Kolaborasi Komisi C dengan Ecoton, akan menggalakkan edukasi, kampanye, dan regulasi berbasis data,” tambahnya.
Bahkan tambah Anas, DPRD Kota Malang (Komisi C) berkomitmen menyusun regulasi yang tegas, mulai dari Perkada hingga Perda, untuk membatasi penggunaan plastik sekali pakai dan mendorong pengurangan mikroplastik.
Rencana Yayasan Ecoton dan masyarakat sipil diundang bersama untuk merancang kampanye edukasi massal, di sekolah, komunitas, pasar, maupun ruang publik.
“Masyarakat Kota Malang diajak aktif, menyuarakan keberlanjutan, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan mendukung terciptanya kebijakan progresif,” tegasnya.(sap)


