SURABAYAONLINE.CO, Surabaya – Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024, tentang Standar Pengelolaan Organisasi Olahraga dalam Lingkup Olahraga Prestasi menuai banyak kritik dari berbagai stakeholder olahraga.
Kini, mahasiswa Pascasarjana (S2) Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) mengkritisi kebijakan tersebut melalui kajian akademis yang tengah dilakukan. Kajian ini melibatkan para pakar, dosen, hingga KONI Jawa Timur sebagai penguat argumen.
Proses Perumusan yang Tidak Transparan
Juru bicara peneliti, M. Noval Bagaskara, menyatakan bahwa temuan awal menunjukkan proses perumusan Permenpora tersebut tidak transparan dan tidak didukung oleh naskah akademis.
Akibatnya, banyak poin dalam peraturan tersebut bertentangan dengan Piagam Olimpiade (OlympicCharter), yang menekankan bahwa organisasi olahraga harus netral dari intervensi politik dan memiliki otonomi dalam pengelolaan.
Dampak Negatif pada Pembinaan Atlet
Noval menjelaskan bahwa Permenpora ini berpotensi membatasi tugas KONI cabang olahraga dan mengganggu pembinaan prestasi atlet di Indonesia. “Dampaknya, prestasi atlet akan menurun, dan Indonesia berpotensi dibekukan oleh IOC,” ujarnya.
Ia mencontohkan, beberapa pasal yang memungkinkan intervensi pemerintah, seperti Pasal 10 Ayat (2) yang mewajibkan kongres atau musyawarah organisasi olahraga mendapat rekomendasi dari kementerian, padahal sebelumnya hal ini menjadi kewenangan KONI.
Permenpora ini, dinilai sebagai bentuk intervensi pemerintah yang berlebihan dalam pengelolaan teknis organisasi olahraga.
Pasal 16 Ayat (4) dan (5) mengatur rekrutmen tenaga profesional dan kompensasi gaji yang bersumber dari pendanaan organisasi di luar bantuan APBN maupun APBD.
Sementara itu, Pasal 21 Ayat (2) memberikan kewenangan kepada menteri untuk membatalkan persetujuan perubahan kepengurusan organisasi olahraga.
Hambatan Birokrasi dan Independensi
Pasal 28 Ayat (1) juga dikritik karena memberikan kewenangan kepada menteri untuk membentuk tim transisi jika terjadi sengketa.
Hal ini, dinilai menciptakan birokrasi yang rumit dan mengurangi fleksibilitas organisasi olahraga dalam mengambil keputusan. “Ini tidak selaras dengan asas independensi,” tegas Noval.
Desakan untuk Revisi atau Pencabutan
Tim peneliti Unesa berencana melakukan berbagai langkah untuk menyadarkan pemerintah agar membuat peraturan yang lebih positif bagi olahraga di Indonesia.
“Kami ingin Permenpora ini dicabut terlebih dahulu, kemudian direvisi. Selain itu, harus dibuka ruang dialog dengan stakeholder olahraga,” pungkas Noval.
Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Standar Pengelolaan Organisasi Olahraga Lingkup Olahraga Prestasi menuai kontroversi dan dianggap dapat merugikan pembinaan olahraga di Indonesia.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa Permenpora ini dinilai kontraproduktif:
1. Intervensi Pemerintah yang Berlebihan
Permenpora ini dianggap sebagai bentuk intervensi pemerintah dalam pengelolaan teknis organisasi olahraga. Pasal 10 ayat (2) mengatur bahwa kongres atau musyawarah organisasi olahraga harus mendapat rekomendasi dari Kementerian, padahal sebelumnya hal ini menjadi kewenangan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Hal ini dinilai mengurangi independensi organisasi olahraga dan bertentangan dengan prinsip otonomi yang diatur dalam Piagam Olimpiade (Olympic Charter) serta UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
2. Pelanggaran Hierarki Hukum
Permenpora ini dinilai tidak memenuhi syarat formal pembentukan peraturan perundang-undangan, seperti partisipasi masyarakat yang bermakna dalam proses penyusunannya.
Selain itu, beberapa pasal dalam Permenpora ini bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, seperti UU Keolahragaan dan Olympic Charter, yang mengatur bahwa organisasi olahraga harus independen dari intervensi pemerintah.
3. Hambatan dalam Pembinaan Atlet
Pasal 28 ayat (1) Permenpora ini memberikan kewenangan kepada menteri untuk membentuk tim transisi dalam hal sengketa, yang sebelumnya menjadi kewenangan KONI.
Hal ini dinilai dapat menghambat proses pembinaan atlet karena menciptakan birokrasi yang rumit dan mengurangi fleksibilitas organisasi olahraga dalam mengambil keputusan.
4. Kontroversi dan Pro-Kontra di Kalangan Stakeholder
Permenpora ini menuai pro dan kontra di kalangan pengurus induk cabang olahraga.
Sebagian pihak menganggap peraturan ini sebagai bentuk intervensi yang tidak perlu, sementara yang lain melihatnya sebagai upaya untuk menertibkan pengelolaan organisasi olahraga.
Namun, banyak yang menilai bahwa peraturan ini justru menimbulkan polemik dan tidak memberikan solusi yang jelas bagi pembinaan olahraga.
5. Dampak pada Independensi dan Transparansi
Meskipun Permenpora ini diklaim bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, beberapa pasalnya justru dinilai mengurangi independensi organisasi olahraga.
Hal ini dapat berdampak negatif pada pembinaan atlet, karena organisasi olahraga mungkin kesulitan mengambil keputusan secara mandiri dan cepat.
Kesimpulan
Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 dianggap merugikan pembinaan olahraga di Indonesia karena dianggap mengurangi independensi organisasi olahraga, menciptakan birokrasi yang rumit, dan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar keolahragaan yang diatur dalam peraturan yang lebih tinggi.
Untuk itu, banyak pihak menyarankan agar peraturan ini direvisi atau dicabut agar tidak menghambat perkembangan olahraga nasional. (ega)


