SURABAYAONLINE.CO – Pengerjaan proyek revitalisasi satuan pendidikan SDN Temenggungan 1 di Desa Temenggungan, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, berpotensi menyimpang dari rencana anggaran pelaksanaan (RAP). Pasalnya, konstruksi pembangungan – sesuai RAP – yang mestinya hanya mengerjakan 6 lokal, namun oleh panitia malah ditambah 2 lokal hingga menjadi 8 lokal.
Pelaksanaan proyek itu dikerjakan Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) setempat, dengan penanggung jawab proyek dipegang Jamiun, yang sekaligus sebagai Kepala Sekolah SDN Temenggungan 1 dimaksud. Proyek tersebut dikerjakan menggunakan anggaran APBN Tahun 2025, sebesar Rp. 585.269.790.
Penanggung jawab proyek sekaligus Kepala Sekolah SDN Temenggungan 1, Jamiun, yang ditemui koresponden di lokasi proyek, Jumat (24/10/2025), mengatakan, pengerjaan dua lokal diluar RAP itu merupakan penambahan. Namun, dia tidak menjelaskan secara konkret dari mana sumber dana penambahan tersebut.
Menurutnya, penambahan dua lokal, yakni Ruang Guru dan Ruang Kantor, itu memang diluar RAP. Namun, katanya, saat pengerjaan proyek mulai dilakukan, pihak panitia menemukan dua ruang tersebut yang dalam kondisi rusak. Oleh sebab itu panitia berniat langsung memperbaikinya sekalian.
“Jadi yang dua lokal (Ruang Guru dan Ruang Kantor) itu adalah penambahan. Oleh fasilitator dan perencana sudah dianggarkan. Saya hanya melaksanakan, Mas,” tutur Jamiun, yang hanya menjelaskan teknis pengerjaannya, bukan melogika dari mana sumber dananya.
Secara teknis dia menjelaskan, dua lokal tersebut memang harus disertakan rehabnya, lantaran posisinya di tengah-tengah diantara deretan lokal yang sedang dibangun. Posisi bangunannya terintegrasi menjadi satu bagian dengan bangunan lain, sehingga penggantian genting, reng, usuk, plafon dan bagian bangunan lain harus dilakukan rehab secara serentak.
Terkait jenis pekerjaan yang dilakukan, menurut Jamiun, menyangkut penggantian genting, reng dari baja ringan, plafon PPC, dinding tembok, keramik dinding teras, keramik lantai teras, risplang, kusen, dan pengecatan.
“Posisi Ruang Guru dan Ruang Kantor itu kan di tengah-tengah. Bagian atap juga plafon sudah jebol terkena air hujan. Jadi ya semua ikut diganti,” sebutnya.
Menyangkut jumlah pekerja yang terlibat pembangunan proyek tersebut, menurut Jamiun, jika aktif bekerja semua, sebanyak 11 pekerja. Namun, saat disinggung soal kepatuhan para pekerja mengenakan Alat Pelindung Diri (APD), sebagai syarat terciptanya keselamatan dan kesehatan kerja (K3), dia tidak berkomentar instruktif.
Terlihat hampir semua pekerja bangunan yang bekerja merehabilitasi sekolahan tersebut tidak mengenakan APD. Tidak ada pekerja yang mengenakan helm, sarung tangan, sepatu, rompi dan perlengkapan pengaman kerja lainnya.
Para pekerja bangunan di lokasi itu, kata Jumain, sebetulnya sudah memiliki perlengkapan tersebut. Namun, Jumain mengaku tidak tahu apa alasan pekerja tidak mengenakan alat pelindung diri saat bekerja.
“Jumlah pekerja sebanyak 11 orang kalau masuk semua. Sebetulnya semua pekerja sudah punya APD. Dulu dipakai kok sekarang tidak. Apa kotor saya tidak tahu,” sebut Jumain terkesan sekenanya, bahkan dia tidak menjawab pertanyaan jika terjadi kecelakaan kerja.
Pengerjaan proyek tersebut dikerjakan selama 90 hari kerja, dan hingga kini sudah berjalan hampir 3 minggu, sejak dimulainya pada 2 Oktober lalu. Hingga saat ini sudah memiliki progres penggarapan sebesar 35%, sebelum berakhirnya proyek pada 31 Desember mendatang. (fin)


