SURABAYAONLINE.CO, Surabaya – Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur mendorong Pemkot Surabaya untuk hadir memberikan pendampingan kepada orang tua yang kesulitan dalam mendidik anak. Menurut Pengurus LPA Jatim Isa Anshori, Surabaya sebagai Kota Layak Anak (KLA) sudah saatnya pemkot hadir bukan hanya sebagai pemangku kebijakan, akan tetapi juga sebagai pendamping aktif bagi para orang tua.
Isa mengatakan, program Masa Orientasi Orang Tua (MOOT) yang dijalankan oleh pemkot melalui Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya di SMP Al-Hikmah pada Minggu (20/7), menjadi ruang dialog antara pemerintah kota, pendidik, dan para orang tua siswa dari jenjang PAUD, TK, SD, hingga SMP. Isa menyebutkan, tema yang diusung dalam kegiatan itu juga sangat menginspirasi, yaitu MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) Ramah, Sekolahku Rumahku, Guruku Orang Tuaku.
“Tema ini menjadi pintu masuk untuk membangun kolaborasi antara sekolah dan rumah, antara guru dan orang tua dalam mendampingi tumbuh kembang anak. Saya turut mengapresiasi untuk Kadispendik Kota Surabaya Yusuf Masruh yang gagasannya inspiratif sekali,” kata Isa, Senin (21/7).
Saat menghadiri program MPLS Ramah, Isa turut menyoroti pesan penting yang disampaikan oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Saat itu, lanjut Isa, Wali Kota Eri Cahyadi berpesan kepada seluruh orang tua murid, bahwa jadikan sekolah sebagai rumah kedua bagi anak-anak dan jadikan guru sebagai orang tua sebagaimana orang tua kandung mereka.
Isa menggarisbawahi, dalam hal ini bahwa guru dan sekolah memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak dengan pendekatan yang ramah, manusiawi, dan penuh kasih.
“Beliau (Wali Kota Eri) menjelaskan dengan menyentuh, bahwa orang tua tidak hanya mereka yang melahirkan dan membesarkan, tetapi juga mereka yang memberi ilmu dan membimbing anak menjadi pribadi yang baik dan sukses. Lebih jauh, Eri menegaskan bahwa tidak ada anak yang tidak baik sejak lahir, karena semua anak dilahirkan dalam keadaan fitrah,” ujar Isa.
Isa melanjutkan, jika seorang anak menjadi nakal atau berperilaku menyimpang, maka lingkungan sekitarnya lah termasuk orang tua dan sistem sosial anak tersebut yang patut dilakukan introspeksi. “Bahkan, beliau mengajak kita semua untuk tidak buru-buru menyalahkan anak, tapi bertanya pada diri sendiri, dosa apa yang pernah kita lakukan, sehingga Allah menguji kita melalui anak kita?,” ucap Isa.
Isa menerangkan, dalam hal ini tidak ada orang tua yang ingin anaknya gagal, atau bahkan ada orang tua yang mengharapkan anaknya durhaka. Karena semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anak-anaknya.
Pada kesempatan ini, Isa juga mengapresiasi adanya berbagai inovasi program pendidikan di Surabaya. Salah satunya adalah Rumah Ilmu Arek Suroboyo. Menurut Isa, program pendidikan dengan konsep asrama, kedisiplinan, dan pendidikan berbasis karakter adalah langkah tepat yang dijalankan oleh pemkot.
Isa berharap, program ini harus diperluas dan dikuatkan. Terutama untuk menjangkau anak-anak usia remaja yang putus sekolah, khususnya pada jenjang SMA dan SMK. “Mereka (remaja) yang selama ini berkeliaran, tidak mau sekolah, bahkan berani melawan orang tua, itu perlu dilakukan pendekatan yang lebih tegas namun tetap berpihak pada hak-hak anak,” harapnya.
Selain itu, Isa menyebutkan, Pemkot Surabaya juga harus berani mengambil sikap tegas mengatasi anak putus sekolah. Bukan untuk menghukum, akan tetapi untuk mengembalikan anak-anak itu ke jalan yang bermanfaat. Karena menurutnya, pendidikan adalah salah satu jalan menuju perubahan untuk anak-anak di Kota Surabaya.(*)