Surabayaonline.co, – SAMPANG – Ketika pagi masih lembut menyapa bumi Sampang, ribuan langkah kaki para perempuan penyelamat jiwa mulai menari dalam gerak yang sama. Sabtu, 14 Juni 2025, Alun-alun Trunojoyo bukan sekadar ruang terbuka kota—ia menjelma menjadi saksi bahwa profesi bidan bukan hanya tentang keahlian medis, tapi juga tentang cinta, pengabdian, dan keberanian.
Dalam semarak peringatan Hari Ulang Tahun Ikatan Bidan Indonesia (IBI) ke-74, Ketua IBI Sampang, Siti Aisyah, S.ST., M.Kes memimpin rangkaian kegiatan bertema “Peran Strategis Bidan dalam Memenuhi Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi.” Ribuan bidan berkumpul, bukan hanya untuk senam pagi, tapi juga untuk menyampaikan pesan bahwa kesehatan perempuan dan anak adalah hak, bukan layanan tambahan.

Mereka tak membawa alat medis, tapi membawa semangat dan solidaritas. Senam seribu bidan hanya pembuka. Yang menyusul adalah aksi nyata: pemeriksaan kesehatan gratis, donor darah yang menggandeng PMI, dan edukasi tentang anemia dan kontrasepsi. Semua dilakukan tanpa tarif. Semua diberikan tanpa syarat.
Nurul Syarifah, S.ST., M.Kes, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan dan KB Kabupaten Sampang sekaligus Ketua Panitia, mengatakan bahwa kegiatan ini bukan sekadar perayaan. “Kami ingin menjadikan momen ini sebagai refleksi, bahwa bidan tak hanya hadir di ruang bersalin. Mereka hadir di jalan-jalan arus mudik, di posko kesehatan, di rumah-rumah kecil yang jauh dari puskesmas,” ucapnya.
Donor darah yang digelar hari itu pun tidak dipilih sembarangan. Ia bertepatan dengan Hari Donor Darah Sedunia, 14 Juni. Di tengah antrian pemeriksaan tekanan darah dan pengecekan hemoglobin, terlihat para bidan tetap tersenyum meski mereka sendiri kelelahan.
“Kami ingin anak-anak remaja putri tahu bahwa anemia bukan hal remeh. Kami ingin mereka tahu bahwa tubuh mereka berharga dan perlu dirawat,” ujar Nurul, lirih namun tegas.
Perayaan ini memang dipusatkan hari ini, namun semangatnya telah dimulai sejak April. Posko Bu Bidan hadir di jalur mudik, menawarkan edukasi dan konsultasi kepada ibu hamil, ibu menyusui, bahkan para ayah yang bingung harus berbuat apa jika anaknya rewel dalam perjalanan.
Siti Aisyah menyampaikan bahwa sejak 23 sampai 29 April 2025, pelayanan imunisasi serentak telah dilaksanakan. Lalu, sepanjang Mei, pelayanan KB bermitra dengan BKKBN digelar dari desa ke desa, menyasar perempuan yang selama ini sulit mengakses layanan kesehatan reproduksi.
“Dan kami belum berhenti,” katanya sambil tersenyum. “Kami masih akan lanjut dengan webinar kesehatan ibu-anak dan kunjungan ke para sesepuh IBI, karena dari mereka kami belajar tentang dedikasi dan keteguhan.”
IBI didirikan pada 24 Juni 1951 di Jakarta. Tapi bagi para bidan, tanggal itu bukan sekadar sejarah. Ia adalah janji yang terus mereka jaga: menjadi bagian dari perjalanan setiap kehidupan baru di dunia ini.
Mereka tidak hanya membantu persalinan. Mereka hadir ketika seorang perempuan takut, ketika seorang bayi menangis pertama kali, ketika seorang ibu bingung karena ASI-nya tak keluar. Mereka hadir untuk mendampingi, membimbing, dan menenangkan.
Dan di alun-alun pagi itu, seribu bidan hadir untuk satu hal: merayakan profesi yang diam-diam menyelamatkan negeri ini sejak jauh sebelum pandemi, sejak jauh sebelum gawai pintar, sejak jauh sebelum dunia mengenal istilah smart city.
“Hari ini adalah milik para bidan. Tapi esok, mereka akan kembali ke tempat semula—ke desa, ke klinik, ke puskesmas. Tanpa panggung. Tanpa sorotan. Tapi mereka tetap di sana,” kata Siti Aisyah menutup.
Dan benar. Karena pengabdian, bagi para bidan, bukan soal upacara. Ia adalah soal hadir di saat semua orang pergi.(Sar/Yat/FR)