SURABAYAONLINE.CO, Surabaya – Pemkot Surabaya terus berupaya melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit tuberkulosis (TBC) di Kota Pahlawan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah, pemberian pengobatan gratis secara rutin kepada pasien penderita TBC.
Tidak hanya pengobatan rutin, Pemkot Surabaya juga akan menerapkan sanksi sosial terhadap pasien TBC yang tidak mau atau mangkir berobat rutin atau diobati. Bentuk sanksi sosial yang akan diberlakukan salah satunya adalah menonaktifkan nomor induk kependudukan (NIK) pasien TBC.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengimbau kepada masyarakat yang menderita penyakit TBC untuk segera berobat atau melakukan pengobatan rutin di fasilitas kesehatan (fasyankes) yang telah disediakan oleh pemkot. Tujuannya, agar penanganan penyakit TBC di Kota Surabaya dapat teratasi baik ke depannya.
“Sudah tahu sakit kenapa tidak mau diobati, nggak mau menjaga dirinya, kalau itu (penderita TBC) berjalan kan bisa menular ke orang lain. Kita punya datanya, sehingga nanti kalau warga Surabaya memang dia sakit, kemudian tidak mau diobati ya sudah, kita bekukan KTP-nya,” imbau Eri, Senin (28/4).
Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) itu mengingatkan kepada masyarakat, berkaca dari penyakit Covid-19 yang sempat mewabah lima tahun lalu, jika tidak saling menjaga diri satu sama lain, maka TBC bisa menular cepat seperti virus Corona.
Ia menyampaikan, agar TBC tidak semakin meluas ke seluruh warga Kota Surabaya, pemkot akan memberikan sanksi sosial. Sanksinya, yakni penonaktifan NIK dan BPJS pasien TBC yang mangkir berobat.
”Ya (NIK dan BPJS) diberhentikan semuanya, termasuk kegiatan yang untuk adminduknya (administrasi kependudukannya) akan kita bekukan semuanya. Karena kan itu membahayakan warga semuanya, baru bisa aktif lagi ketika dia (pasien) mau berobat lagi, lalu mau sanksi apa yang akan kita berikan lagi? Kalau tidak mau berobat, kemudian menular ke warga lainnya kan jadi bahaya,” tuturnya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya Nanik Sukristina mengatakan, berdasarkan perwali nomor 117 tahun 2024 pasal 26 dan 29, pasien penderita TBC Sensitif Obat (SO) dan TBC Resisten Obat (RO) yang mangkir selama satu minggu tanpa konfirmasi dan terdapat indikasi drop out atau menolak pengobatan, rumahnya akan ditempel stiker Mangkir Pengobatan.
Dalam penerapan tersebut, Pemkot Surabaya akan membentuk tim Hexahelix, yang terdiri dari unsur kecamatan, kelurahan, puskesmas, bhabinkamtibmas, babinsa, RT-RW, tokoh agama, tokoh masyarakat, Satgas TBC, Kader Surabaya Hebat (KSH), hingga peer educator.
”Mekanisme yang dilakukan dengan intervensi berupa satu kali kunjungan rumah oleh puskesmas dan dua kali kunjungan rumah oleh Tim Hexahelix wilayah, untuk memberikan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) sanksi administratif. Jika sudah dilakukan intervensi sebanyak tiga kali dan tetap tidak ada perubahan, maka dilakukan pemasangan stiker “Mangkir Pengobatan” di rumah pasien,” kata Nanik.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya, Eddy Christijanto menyampaikan, jika ada pasien penderita TBC yang tidak mau mengikuti pengobatan yang dilakukan Pemkot Surabaya, maka pembuatan KTP atau NIK beserta BPJS Kesehatannya akan dinonaktifkan. “Sehingga mereka tidak bisa melakukan pengobatan ke unit-unit faskes, akan tetapi kalau mereka mau mengikuti pengobatan yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya sampai sembuh, maka mereka tidak ada konsekuensi itu,” kata Eddy.
Bagi penduduk yang pindah dari luar kota ke Surabaya, lanjut Eddy, setelah mengurus KK dan sebelum diterbitkannya KTP, maka orang tersebut wajib mengikuti skrining TBC yang dilakukan oleh Dinkes Surabaya. Setelah hasil skrining tersebut keluar dan dinyatakan tidak ada indikasi terjangkit TBC, maka bisa segera dilakukan pencetakan KTP oleh Dispendukcapil.(*)