SURABAYAONLINE.CO, Surabaya – Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Jawa Timur akan melakukan protes dan berencana padamkan lampu reklame jika pajak dinaikkan. Sekretaris Umum P3I Jatim Agus Winoto menyebut, protes ini usai pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) Surabaya Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah per 1 Januari 2024.
“Memang tidak eksplisit mengatakan ada kenaikan pajak. Hanya lebih banyak penghitungan pajak begini-begini. Khusus reklame perhitungannya berbeda dari yang selama ini kami lakukan,” kata Agus Winoto, Senin (22/1).
Kenaikan pajak 25 persen yang tertuang dari perda, lanjutnya, diprotes, karena akan ada teknis penghitungan baru yang dirinci dalam peraturan wali kota (perwali).
“Kenaikan pajak reklamenya secara konkret itu besar. Penghitungannya memang lebih simpel dari kemarin. Besaran dari reklame dikalikan dengan sewa reklame. Tapi, kenapa kenaikannya jadi sangat besar,” jelas Agus Winoto.
Ia mengaku memang belum tahu pasti bunyi teknis perwali baru. Tapi hasil penghitungan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Surabaya dari salah satu dimensi videotronnya, terhitung naik ratusan juta. “(Saya) minta dihitungkan kok naik 400 persen,” terang Agus Winoto.
Sebagai aksi protes, sambungnya, jika perwali baru diterapkan langsung, makan P3I Jatim akan memadamkan semua reklame di Surabaya. “Supaya pemkot mempertimbangkan lagi agar jangan mengeluarkan perwali yang menyusahkan industri periklanan,” tandasnya.
Sementara, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Surabaya Febrina Kusumawati memastikan bahwa prosedur dan substansi materi muatan dan proses pembentukan Perda No. 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sudah sesuai dengan Undang-Undang Hubungan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Perda ini sudah disosialisasikan kepada wajib pajak (WP) terkait. Mulai dari pengelola hotel, hiburan, karaoke, biro iklan dan wajiba pajak lainnya. “Tentunya, dengan Perda No. 7 Tahun 2023 yang disesuaikan dengan UU HKPD itu, ada sejumlah penyesuaian tarif. Ada angka-angka tarif yang memang naik, ada yang tetap dan banyak pula angka tarif yang justru turun,” kata Febrina Kusumawati, Jumat (19/1) lalu.
Ia kemudian mencontohkan tarif pajak pada kesenian dan hiburan di Kota Surabaya. Khusus untuk jenis usaha Diskotek, karaoke dewasa, kelab malam, bar, spa, dan sejenisnya, di Perda sebelumnya atau Perda 4 tahun 2011 tentang Pajak Daerah, tarif pajak untuk jenis ini sebesar 50 persen, padahal maksimalnya 75 persen.
“Tapi waktu itu, sesuai Perda 4 Tahun 2011 kita menetapkan hanya 50 persen. Nah, di UU HKPD ini, ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen. Karena di perda sebelumnya kita sudah tetapkan 50 persen, maka di Perda No. 7 Tahun 2023 ini, kita samakan, kita tetapkan masih di angka 50 persen,” tegasnya.
Sedangkan tarif pajak yang relatif tetap juga terjadi pada pajak reklame, yaitu 25 persen. Selain itu, tarif pajak air tanah juga masih tetap, yaitu 20 persen. “Jadi, di Perda No. 4 Tahun 2011 dan di Perda No. 7 Tahun 2023, tarif pajak rekalame dan tarif pajak air tanah sama. Tidak naik dan juga tidak turun,” katanya.(*)