SURABAYAONLINE.CO – Pada abad XIX, pelabuhan utama Surabaya terletak di Kalimas tepatnya dari muara sampai sekitar Willemstraat (sekarang kawasan Jembatan Merah), pelabuhan ini dikenal dengan pelabuhan Kalimas. Saat itu belum dibangun Tanjung Perak, daerah Tanjung Perak masih berupa kolam-kolam dan tambak ikan. Menurut Ikhsan Rosyid Mujahidul Anwari S.S., M.A selaku dosen Ilmu Sejarah dari Universitas Airlangga, kemajuan aktivitas di Pelabuhan Rakyat dimulai sejak masuknya VOC. Banyak pemukiman yang terkonsentrasi di sekitar sungai Kalimas, termasuk pusat pemerintahan di Surabaya juga berada di sekitar sungai Kalimas. Pada awalnya sungai Kalimas belum menjadi fokus utama pembangunan pemerintah Belanda, namun karena orang-orang Belanda membutuhkan sarana lalu lintas untuk kapal-kapal kecil yang mengangkut barang dagang akhirnya dilakukan program normalisasi.
Banyak kapal-kapal kecil seperti kapal layar, kapal sekuner, tongkang-tongkang dan perahu yang bersandar di pelabuhan Kalimas. Kapal-kapal besar hanya berhenti sampai di Selat Madura, hal ini dikarenakan kondisi pelabuhan Kalimas yang berada di sungai sehingga tidak memungkinkan untuk dimasuki kapal besar. Untuk memasukan muatan kapal besar ke pelabuhan Kalimas saat itu, diperlukan kapal-kapal kecil atau tongkang-tongkang untuk memindahkan muatan kapal. Setelah kapal-kapal kecil menerima muatan, kapal-kapal itu harus berhenti di sekitar muara Kalimas untuk mengurus administrasi pelabuhan di kantor bea cukai di Willemskade, yang berjarak sekitar 500 meter dari muara sungai. Kapal-kapal yang mengangkut barang akan diperiksa dan diberi cap sebelum mereka berlayar, baik untuk yang masuk pelabuhan utama Jembatan Merah maupun yang keluar dari pelabuhan. Pelabuhan Kalimas terdiri dari dermaga pelayaran lokal, total lahan pelabuhan seluas 30 hektar dengan fasilitas lapangan penumpukan 2.786 m2 , 20 gudang, 88 bolder berjarak masing-masing 15 mter, dan fender besi yang kokoh berada di sepanjang dermaga.
Kalimas disebut sebagai pelabuhan rakyat, karena selain sebagai tempat penyimpanan komoditi ekspor-impor, Kalimas juga berfungsi sebagai tempat perdagangan rakyat yang menjual hasil panen mereka. Pusat perdagangan rakyat di Kalimas saat itu terdapat di Osterkade Kalimas (sebelah timur Kalimas) tepatnya daerah Pabean, Kembang Jepun, Cantikan, Kapasan, hingga ke arah utara K.H. Mansyur. Peranan penting Kalimas tidak hanya bagi perekonomian Surabaya, tapi juga sebagai transportasi air yang paling efektif. Hal ini terbukti dengan banyaknya kantor-kantor dagang, bank-bank, pasar, dan juga pabrik-pabrik yang terletak di pinggir Kalimas.
Untuk memperlancar masuknya kapal di Kalimas, pemerintah membangun jembatan yang bisa diangkat, dikenal dengan nama Jembatan Petekan. Sebelum ada jembatan Petekan, kapal-kapal sulit memasuki pusat kota Surabaya, khususnya untuk pengiriman barang-barang menuju gudang yang terdapat di sepanjang kawasan Kalimas barat. jemabatan ini juga berfungsi untuk memantai/mengawasi kapal-kapal yang masuk Kalimas. Sejak jembatan Petekan dibangun sekitar tahun 1900-an, jalur antara Kalimas barat dengan Kalimas timur menjadi lancar.
Penyebab utama menurunnya aktivitas di pelabuhan Kalimas adalah mulai adanya pembangunan pelabuhan Tanjung Perak, selain itu endapan lumpur di Kalimas membuat Kalimas semakin dangkal yang berakibat lambatnya arus barang bagi kapal-kapal yang melintas. Fasilitas juga mulai tidak berfungsi dengan normal, seperti gudang-gudang, dermaga, dan tempat bongkar-muat barang. (Windi)
Baca Artikel tentang sejarah Indonesia, khususnya Surabaya, Setiap Minggu Pukul 15.00 hanya di surabayaonline.co