Catatan : Sultan Tasawuf (Wartawan surabayaonline.co)
SURABAYAONLINE.CO – Jumlah utang pemerintah Indonesia kembali menjadi sorotan dengan jumlah yang sangat besar. Pemerintah Indonesia dirasa perlu melakukan peninjauan ulang terhadap jumlah hutang negara. Sebesar Rp. 6.570,17 triliun per bulan Juni 2021 dengan posisi hutang setara dengan 40,49 % dengan jumlah dari PDB Indonesia.
Kementrian keuangan menyatakan bahwa besaran hutang pada tahun 2021 digunakan sebagai instrument dalam mendukung kebijakan countercyclical yang dikelola secara terukur, hati-hati dan fleksibel, terutama dalam kasus penanganan pandemic Covid-19 dan juga demi pemulihan ekonomi nasional.
Utang negara tersebut menurut dari buku Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dibagi menjadi 2 sumber, yaitu dari pinjaman dengan jumlah 13,06 % dan Surat Berharaga Negara dengan jumlah 86,94%.
Tercatat hutang negara yang berdasarkan pinjaman yang sebesar Rp. 838,13 triliun. Pinjaman tersebut berasal dari luar dan dalam negri. Dari luar negri mengalokasikan pinjaman sebesar Rp. 825,81 triliun dan dari dalam negri mengalokasikan pinjaman sebesar Rp. 12,32 triliun.
Pinjaman yang berasal dari luar negeri terinci menjadi 3 sumber, yaitu dari pinjaman multirateral, pinjaman bilateral dan pinjaman dari commercial banks. Pinjaman multirateral tercatat sebesar Rp. 4625,52 triliun, pinjaman bilateral tercatat sebesar Rp. 316,83 triliun dan Pinjaman dari commercial banks tecatat sebesar Rp. 43,46 triliun.
Dengan dominasinya Surat Berharga Nasional, maka tercatat bahwa sebesar Rp. 5.580,02 yang terdiri dari Surat Berharga Nasional (valas) sejumlah Rp. 1.226,45 triliun dan Surat Berharga Nasional (domestic) sejumlah Rp. 4.353,56 triliun.
Berdasarkan dari laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diBulan Agustus, Kementrian Keuangan menyebutkan bahwa kondisi ini terjadi dikarenakan kondisi Indonesia yang masih dalam fase perlambatan ekonomi ditengah kondosi pandemic.
Badan Pemantau Keuangan (BPK) juga mencatat bahwa jumlah hutang yang besar ini telah melebihi rekomendasi rasio hutang dari International Debt relief (IDR) dan International Moneter Fund (IMF). Kondisi dari pandemic ini BPK menyebutkan bahwa akan menimbulkan dampak terhadap meningkatnya deficit, utang dan SILPA yang akan memberikan dampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal. Dari rekomendasi rasio hutang dari International Debt relief (IDR) dan International Moneter Fund (IMF) telah melampaui batas, yaitu rasio debt service terhadap penerimaan sebeasr 46,77%, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35% per Produk Domestik Bruto pada kondisi Normal.
Pada kondisi pandemic covid-19 seperti ini, tercatat tidak ada yang berada diangka aman rekomendasi dari IMF, Indonesia tercatat sebesar 38,5%, Filipina tercatat sebesar 48,9%, Thailand tercatat sebesar 50,4%, China tercatat sebesar 61,7%, Korea Selatan tercatat sebesar 48,4%, dan Amerika dengan jumlah terbesar 131,2% di tahun 2020. (*)