SURABAYAONLINE.CO, GRESIK – Mbok Kasmuah (71), warga RT03 RW01 Desa Lowayu Kecamatan Dukun, betul-betul bernasib malang. Dalam usianya yang renta, selain sebatangkara, keseharian sang nenek jauh dari kata ‘layak’.
Kemana mana harus sendirian. Membawa raganya yang sudah rapuh. Saking tuanya, matanya kini sudah rabun, bahkan nyaris buta. Sehingga untuk berjalan di dalam atau ke luar rumah ia lebih banyak menggunakan felling daripada penglihatan matanya.
Rumah, kalau bisa disebut ‘rumah’, yang ditempatinya sekarang memang jauh dari kata layak. Semua lantainya masih berupa tanah liat. Dindingnya dari bambu. Beberapa ruas tiangnya, yang juga dari bambu murahan, sudah rapuh. Akibatnya, bangunan rumahnya tampak miring nyaris roboh.
Atap rumahnya juga terbuat dari kayu, beberapa genteng terlihat berlubang. Kalau turun hujan, air hujan langsung masuk rumah yang mengakibatkan lantai rumahnya seperti sawah. Campuran antara tanah liat dan air hujan.
Selama hidupnya, seakan-akan keberadaanya tidak diakui pemerintah. Terbukti, namanya tidak pernah ada dalam Program Keluarga Harapan (PKH). Bahkan rumahnya juga belum pernah mendapat bantuan ‘bedah rumah’.
Dan akibatnya, selama hidupnya pula, Mbok Kasmuah tidak pernah menikmati segala jenis bantuan. Mulai dari pemerintah desa, kecamatan, kabupaten, apalagi pemerintah Republik Indonesia.
Ironisnya lagi, Mbok Kasmuah adalah tetangga satu desa dengan rumah kelahiran Sambari Halim Radianto, Bupati Gresik hampir 2 periode.
“Saya hidup sendiri, anak cuma satu dan sudah menikah. Untuk makan, setiap hari dikirim oleh anak saya. Saya belum pernah dapat bantuandalam bentuk apapun dan dari manapun” ujar Mbok Kasmuah.
M. Yoto, Kepala Desa Lowayu membenarkan, jika Mbok Kasmuah adalah salah satu warganya yang hidup di bawah garis kemiskinan. Meski begitu, pada tahun ini pihaknya sudah mengajukan anggaran untuk 85 rumah.
“Kurang lebih ada 85 rumah yang kita ajukan masuk program bedah rumah , termasuk rumah Mbok Kasmuah,” ujar Kades M Yoto. (san)