SURABAYAONLINE.CO, JEMBER- Bupati Jember dr. Faida, MMR, mendorong keluarga mendiang Letkol. dr. Soebandi agar mengajukan permohonan gelar pahlawan, “Saya berikan rekomendasi, agar bisa mendapat gelar tersebut,” tutur bupati, ketika memberikan sambutan peluncuran buku biografi: Letkol. dr. Soebandi, Jejak Kepahlawanan Dokter Pejuang.
Pembuatan buku itu atas inisiatif dr Widorini, MARS dan kakak perempuannya Widyastuti putri sekaligus ahli waris untuk memperingti 70 tahun gugurnya mendiang Letkol. dr Soebandi pada usia muda 32 tahun yang saat itu menjabat sebagai Residen Militer Besuki merangkap dokter brigade. Soebandi gugur bersama Komandan Brigade Damarwulan Devisi II, Letkol. Moch, Sroedji dalam sebuah pertempuran di desa Karang Kedawung, kecamatan Mumblsari, Kabupaten Jember.
“Setelah peluncuran buku ini, saya minta segera dilakukan bedah buku. Selanjutnya saya akan membuat rekomendasi agar dr Soebandi bisa diajukan ke pemerintah pusat gelar pahlawan dari Jember,” kata Faida, saat memberi sambutan di hotel Cempaka yang dihadiri 1000 undangan itu.
Disebutkan bahwa saat perjuangan melawan Belanda, begitu banyak pejuang-pejuang Indonesia yang gugur, “Artinya kemerdekaan ini kita didapat dengan pergorbanan jiwa raga. Kalaulah kita sekarang ini bisa berteduh di pohon yang rindang, pasti pohon itu ada yang menanamnya,” tutur Bupati yang tampak mulai meneteskan air matanya.
Satu diantara orang yang telah menanaman pohon kemerdekaan itu adalah Letkol. dr. Soebandi, ”Jember sudah melahirkan pahlawan misalnya Kiai As’ad dan juga Letkol. Moch. Sroedji yang telah memperoleh gelar Maha Putra. “Oleh karenanya saya mendorong, agar Soebandi mendapatkan gelar pahlawan,” tambahnya.
Sejak awal, Bupati Faida begitu serius meresponS pembuatan buku biografi dr. Soebandi itu, bahkan dia menambah undangan 600 orang acara peluncuran dari rencana semula yang diajukan pihak keluarga hanya mengundang 400 orang, hingga total udangan menjadi 1.000 orang.
Dokter Widorini, MARS, putri bungsu dr. Soebandi sebagai inisiator pembuatan buku itu menuturkan bahwa ayahndanya — berdasarkan penuturan Soekesi, ibunya— memang pejuang, “Setiap kali berangkat ke medan perang selalu pamit titip anak-anaknya kepada ibu saya. Karena memang tidak ada jaminan pulang dengan selamat,” kata Widorini ketika ayahnya gugur baru berusia 11 bulan, almarhum kakak sulungnya Widyasmani berusia 4 tahun, dan Widyastuti baru berusia 2 tahun.
“Sejak lulus masuk menjadi dokter langsung masuk ke PETA dan menjabat sebagai Sei Sudanco di Lumajang, kepala kesehatan. Selanjutnya selama lima tahun terakhir hidupnya selalu berpindah-berpindah dari pertempuran ke pertempuran lainnya,” kata dia.
Hingga akhirnya gugur pada tanggal 8 Februari 1949, di Karang Kedawung, kecamatan Mumbulsari, Jember, bersama komandan Brigade Damarwulan Divisi II, Letkol. Moch. Sroedji, di saat itu dr. Soebandi menjabat sebagai dokter brigade merangkap sebagai Residen Militer Wilayah Besuki, termasuk membawahi Jember.
“Saat wafatnyanya pun, keluarga baru mengetahui setahun kemudian. Hingga jenazah beliau ditemukan dan dimakamkan di Makam Pahlawan Kreongan,” kata Rini. Bahkan keluarganya merelakan kepada pemerintah, ketika jenazah harus dipindahkan ke TMP baru di Patrang.
“Ibu saya (mendiang Soekesi) sejak awal menegaskan bahwa Bapakmu itu hidup dan matinya untuk negara. Termasuk ketika jenazah harus dipindah ke TMP Patrang, saya merelakan sepenuh hati ini termasuk tugas negara,” kata Widorini mengutip ucapan ibunya.
Disinggung soal gelar kepalhawanan, Widorini menyetakan sesungguhnya pembuatan buku itu tidak bertujuan sejauh itu, “Kami membuat itu sebagai catatan keluarga kenang-kenang untuk keluarga, agar anak-anak dan cucu dan cicitnya mengetahaui catatan sejarah moyangnya. Demikian juga untuk warga Jember memiliki catatan sekaligus memperkaya catatan sejarah di wilayah ini,” tegasnya.
Widorini memang sudah enam tahun silam mempuyai ide membuat buku biografi ayahnya, namun baru kesampaikan sekarang, “Saya sendiri tidak yakin, sudah 70 tahun silam. Bagaimana cara menggalinya, tetapi setelah Pak Gandhi dan Pak Priyo menyanggupi, maka jadilah buku ini,” katanya.
Acara peringatan 70 tahun gugurnya Letkol. dr. Seobandi dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut. Diawali 8 Februari 2019, keeluarga besar menyelenggarakan acara doa bersama 100 undangan warga Desa Karang Kedawung dipimpin Kiai H. Iqbal di Masjid An Nuur.
Masjid ini sekaligus merupakan monumen peringatan lokasi tempat pertempuran. Ketika itu, Letkol Moch Sroedji sebagai Komandan Brigade Damarwulan Devisi II Surapati gugur bersama Letkol. dr. RM Soebandi yang menjabat sebagai Residen Militer Karesidenan Besuki merangkap perwira kesehatan brigade.
Hari Sabtu, 9 Februari 2019, oleh Bupati Jember dr Faida, MMR melaunching (meluncurkan) buku biografi berjudul: Letkol. dr. Soebandi, Jejak Kepahlawanan Dokter Pejuang. Merupakan buku berkisah tentang kehidupan masa kecil hingga Letkol. dr. RM Soebandi. Acara dihadiri 1.000 undangan ini dilaksanakan di ballroom hote Cempakan.
Minggu, 10 Februari 2019, Prof. Dr. Dr. Soenaryo Hardjowiyoto, Sp.B, Sp.U-(K), guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga suami dr Widorini MARS, putri bungsu mendiang Letkol. dr. RM Soebandi dan Rr Soekesi, bekerja sama dengan IDI Jember, Universitas Jember (UJ), dan Rumah Sakit Daerah (RSD) dr. Soebandi Jember menyelenggarakan acara simposium kedokteran: Tribute Lecture to Dr. Soebandi. Acara dilaksanakan di aula Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Jember. Simposium ini menghadirkan:
1. Prof. Dr. Dr. Soenaryo Hardjowiyoto, Sp.B, Sp.U-(K) (The Non Traumatic Emergency in Urogentical Track)
2. dr. Ali Shodikin, Sp.A (Kedokteran Agromedis)
3. dr. Ratna Dwi P, Sp.P (Bronchoscopy)
4. dr. Dandy Hari H, Sp.JP (Coronary Catheterication – Cathlab)
5. dr. Sugeng Budi R, Sp.PD (Gastroscopy, Indication Technic)
Pada acara tersebut akan dihadiri sebanyak 40 orang keluarga besar anak, cucu dan cicit pasangan mendiangan Letkol. dr. RM Soebandi dan Rr Soekesi yang sudah tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya.(ps)