SURABAYAONLINE.CO – Isu lingkungan global, termasuk meningkatnya efek gas rumah kaca, terus menjadi perhatian utama dunia. Pemerintah Indonesia menargetkan Net Zero Emission (NZE) pada 2060, dan salah satu langkah strategisnya diwujudkan melalui program FOLU (Forestry and Other Land Use) Net Sink 2030. Program ini mendorong pengurangan emisi melalui sektor kehutanan, dan Nahdlatul Ulama (NU) mendapat kepercayaan menjalankan sebagian mandat penting tersebut.
Sebagai bentuk dukungan terhadap target nasional, Lembaga Pengembangan Pertanian (LPP) PBNU menggelar rapat koordinasi bersama Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur pada Jumat, 14 November 2025. Pertemuan ini membahas persiapan implementasi program FOLU Net Sink melalui pemanfaatan lahan hutan dan penguatan perhutanan sosial.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Jumadi, menjelaskan bahwa pemerintah menargetkan pengurangan signifikan emisi gas rumah kaca pada 2030.
“Pemerintah menargetkan tahun 2030 kondisi pengurangan emisi gas rumah kaca bisa berhasil,” tegasnya.
Keterlibatan PBNU, menurutnya, sangat strategis mengingat besarnya basis masyarakat yang dimiliki NU dan banyaknya warga yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian dan perhutanan.
Ketua Pokja Kehutanan Sosial PBNU, Tri Chandra Aprianto, mengapresiasi dukungan pemerintah melalui program FOLU Net Sink. Ia menegaskan bahwa program ini tidak hanya berfokus pada isu lingkungan, tetapi juga memberi manfaat langsung kepada masyarakat.
“Saya yakin tidak hanya soal isu lingkungan saja bagi NU, tetapi masyarakat bisa menerima manfaat ekonomi atas pemanfaatan lahan pemerintah,” ujar Chandra, yang juga menjabat sebagai Sekretaris LPP PBNU.
Dua wilayah telah dipersiapkan PBNU sebagai penerima manfaat awal program ini, yakni Kecamatan Bacem di Kabupaten Blitar dan Ngantang di Kabupaten Malang. Keduanya merupakan daerah dengan jumlah petani hutan yang tinggi dan memiliki potensi besar untuk pemberdayaan.
Pemerintah menilai kerja sama dengan NU sebagai langkah yang sangat tepat. Dengan basis massa besar, jaringan struktural yang luas, serta pengalaman pemberdayaan masyarakat, NU dinilai mampu mempercepat realisasi tujuan program kehutanan nasional.
“Kolaborasi pemerintah dengan PBNU merupakan hal strategis, sebab program FOLU membutuhkan dukungan dari banyak stakeholder,” ujar Jumadi.
Melalui kolaborasi ini, program FOLU tidak hanya akan berfokus pada keberlanjutan kehutanan, tetapi juga diarahkan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang selama ini memanfaatkan lahan hutan.
Untuk memastikan pelaksanaan FOLU Net Sink berjalan efektif dan memberikan dampak nyata, LPP PBNU telah merancang tiga kegiatan pemberdayaan yang akan dijalankan secara berjenjang:
- Madrasah Tani – program penguatan kapasitas petani melalui pendidikan pertanian berkelanjutan.
- Majelis Taklimun Nisa’ – forum pemberdayaan perempuan desa dalam konteks lingkungan dan perhutanan.
- Peningkatan kualitas pendamping perhutanan sosial PSNU – pelatihan khusus bagi pendamping lapangan agar mampu mendampingi masyarakat secara profesional.
Program-program ini disusun sebagai langkah strategis untuk memperkuat kualitas SDM dan memastikan bahwa manfaat FOLU Net Sink benar-benar dirasakan langsung oleh masyarakat.
Dengan keterlibatan PBNU, pemerintah berharap gerakan pengurangan emisi melalui sektor kehutanan dapat berjalan lebih cepat dan merata. Tidak hanya berfokus pada perbaikan ekosistem, program FOLU juga mendorong peningkatan ekonomi warga melalui pemanfaatan hutan secara lestari.
Kolaborasi antara PBNU dan Dinas Kehutanan Jatim menjadi bukti bahwa upaya mencapai Net Zero Emission 2060 membutuhkan kerja sama multipihak, termasuk organisasi masyarakat seperti NU yang memiliki basis akar rumput kuat.


