SURABAYAONLINE.CO – Drs. H. Akhmad Munir resmi terpilih sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat periode 2025–2030 dalam Kongres PWI yang digelar di Cikarang, Kabupaten Bekasi. Dalam pemungutan suara, ia berhasil mengungguli pesaingnya, Hendry Ch. Bangun.
Kemenangan ini bukan sekadar hasil dari dinamika organisasi, melainkan buah perjalanan panjang seorang wartawan yang ditempa oleh kesederhanaan, kerja keras, dan kesabaran.
Bagi Munir, akrab disapa Cak Munir menulis bukan sekadar hobi, melainkan jalan hidup. Di akhir 1980-an, ia rajin mengirimkan tulisan ke Jawa Pos, Surya, hingga Surabaya Pos. Honor yang didapat, Rp15.000 hingga Rp25.000 per artikel, menjadi penyambung kuliah ketika kiriman dari rumah hanya Rp40.000 per bulan.
“Saya dibesarkan single parent. Ayah wafat saat saya masih SMA. Jadi kalau tidak cari uang sendiri, kuliah bisa putus. Untung ada menulis,” kenang Cak Munir.
Karier jurnalistiknya dimulai dari posisi paling bawah, yaitu pembantu koresponden di Madura. Tak ada gaji tetap, hanya honor jika berita dimuat. Dari situ ia belajar keras, mengatur liputan agar tulisannya lolos meja redaksi.
Seiring waktu, jenjang demi jenjang berhasil ia lalui, dari pembantu koresponden (1992–1994), koresponden tetap, wartawan organik (1997), hingga dipercaya menjadi Kepala Biro Antara Bengkulu, Kepala Biro Jawa Timur, hingga puncaknya menduduki kursi Direktur Utama LKBN Antara.
Tak hanya di dunia pers, Cak Munir juga ditempa lewat organisasi. Ia aktif di PWI Jawa Timur, mulai dari Ketua Seksi Wartawan Olahraga hingga kini dipercaya memimpin PWI Pusat.
Jejaknya juga terekam di dunia olahraga, dari KONI Jawa Timur hingga Sekretaris Umum Persebaya. Pada masa konflik antara Persebaya dan PSSI Jawa Timur tahun 2010–2011, Cak Munir bahkan menjadi sosok penengah.
“Ketua di dua-duanya tahu posisi saya. Mereka percaya saya orang yang tidak punya musuh. Saya diminta mundur sejenak agar tidak terlibat konflik. Setelah damai, saya diajak kembali,” tuturnya.
Di balik kesuksesan, Cak Munir percaya ada pondasi yang lebih kuat daripada sekadar kerja keras, yakni do’a orang tua dan keikhlasan menjaga hubungan baik.
“Kalau saya tidak bisa, insya Allah ada tangan-tangan tak terlihat yang membantu. Dan itu nyata terjadi berkali-kali,” ujarnya.
Baginya, sukses bukan soal lompatan instan, melainkan kesabaran, kerja keras, dan ketulusan. Prinsip hidupnya sederhana jangan menyakiti, buat orang lain senang, dan anggap setiap ujian sebagai jalan untuk naik kelas.
Kini, setelah puluhan tahun menekuni dunia pers, Cak Munir resmi menahkodai PWI Pusat periode 2025–2030. Dari tulisan kecil yang dulu dihargai Rp15.000, ia menapaki tangga karier hingga memimpin organisasi wartawan tertinggi di Indonesia.
Perjalanan Cak Munir menjadi bukti bahwa kesederhanaan, kegigihan, dan do’a bisa mengantarkan siapa pun menuju puncak.