Surabayaonline.co, – SAMPANG – Aksi Demontrasi dari Forum Aktivis Madura (F.A.M) dan Aliansi Masyarakat Desa Bersatu, ke Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sampang, diduga kuat ditunggangi Lawan Politik Bupati Sampang, Selasa (28/10/2025) Sore.
Investigasi dilokasi Demo, ratusan masa yang ada, mengaku tidak tau maksud demo, dan hadir karena dibayar. Ditanya siapa yang bayar dan berapa nominalnya, semua peserta demo enggan menjawab, dan tersenyum malu menghindar dari pertanyaan wartawan.

“Gak tau maksudnya demo ini Pak, cuman saya ikut karena dibayar” Pungkas Pemuda yang enggan disebutkan namanya.
Disinyalir memanfaatkan masa bayaran, karena bisa dipastikan jumlah ratusan masa yang ada tidak mungkin anggota dari F.A.M.
Menyikapi hal tersebut, seolah menjadi pembodohan bagi masyarakat yang terkesan dimanfaatkan meramaikan aksi demo, dengan ketidak pahaman maksud demo, masa tanpa sadar telah melanggar hukum dengan merusak sejumlah fasilitas umum (Fasum).
Pantauan dilokasi, masa merusak pintu Pagar Gedung DPRD sebelah Utara dirobohkan, Guard rail atau pagar pengaman jalan juga di bakar, serta Plang Nama Trunojoyo di Alun-alun juga dirusak, serta tempat sampah juga hangus dibakar.
Aksi yang anarkis sampai rusuh dari demontrasi juga dikuatkan berbagai barang bukti dilokasi berlangsungnya demo, seperti batu, kayu balok, hingga bahan peledak dan spanduk yang berserakan.

Menyikapi hal tersebut, Koordinator lapangan yang tercatat ada enam (6) orang, masing-masing bernama Mauzhul Maulana, Gerrad, Rofi, Qusairi, Imam, dan Husni wajib dimintai pertanggung-jawabannya, baik kepada Kepolisian maupun kepada Pemerintah Kabupaten Sampang.
Dan perlu di sesalkan pula, terpantau banyak lawan politik Bupati Sampang, H. Slamet Junaidi di Pilkada Sampang 2024 silam tampak hadir dalam aksi demo. Sehingga kuat dugaan, aksi demo tersebut ditunggangi oleh lawan politik dimaksud.
Dalam orasinya, demontrasi menuntut mengembalikan perangkat di sejumlah desa dan BPD yang dianggap merasa dipecat secara sepihak.
Anehnya, demonstrasi menganggap pemecatan tersebut tidak sesuai perundang-undangan yang ada, namun tidak dijelaskan dasar hukum dimaksud, sehingga terkesan memprovokasi dan menyesatkan.
Selain itu, mereka juga menuntut diselenggarakannya Pemilihan kepala desa di tahun 2026 mendatang, tanpa harus memahami aturan atau regulasi yang ada, serta kondisional keuangan daerah.(Yat/Sar/F-R)


