SURABAYAONLINE.CO – Belum genap dua bulan menjabat, Bupati Sidoarjo H. Subandi sudah diterpa isu tak sedap. Puluhan massa yang tergabung dalam Gerakan Sidoarjo Bersih menggelar aksi demonstrasi, menyoroti dugaan praktik jual beli jabatan di lingkungan RSUD dr. Notopuro Sidoarjo.
Aksi protes ini bermula dari pengangkatan Mulyono Widjajanto, Ketua BPD Desa Pabean Sedati, sebagai anggota Dewan Pengawas RSUD dr. Notopuro. Massa menilai pengangkatan tersebut sarat kepentingan politik, mengingat Mulyono merupakan Ketua Tim Relawan Subandi saat Pilkada 2024.
Sekitar 50 orang pemuda turun ke jalan membawa spanduk bertuliskan “Stop Jual Beli Jabatan” dengan latar belakang foto Bupati Subandi dan Mulyono disertai tulisan “Jatah Gue Nih”. Aksi ini dilakukan di empat titik strategis: depan Monumen Jayandaru Alun-Alun Sidoarjo, Kejaksaan Negeri Sidoarjo, kantor DPRD Sidoarjo, dan Pendopo Kabupaten Sidoarjo.
Dalam orasinya, Wahyu, koordinator aksi, menegaskan bahwa mereka menolak segala bentuk jual beli jabatan di Sidoarjo.
“Kami ingin Sidoarjo benar-benar bersih dari praktik kotor ini. Jangan sampai setelah menduduki jabatan, bupati malah membagi-bagikan jabatan kepada orang dekatnya,” teriak Wahyu.
Senada dengan Wahyu, M. Sobur, salah satu orator aksi, mengingatkan bahwa sudah tiga bupati sebelumnya terjerat kasus korupsi.
“Kami tidak ingin sejarah buruk ini terulang. Jangan sampai Bupati Subandi tersangkut kasus KKN hanya karena mengangkat orang dekat tanpa mempertimbangkan keahlian dan prosedur yang benar,” ujarnya.
Tak hanya soal pengangkatan Mulyono, para pendemo juga menyoroti isu lain, yakni dugaan bisnis laundry yang dijalankan Mulyono di RSUD dr. Notopuro.
“Jika benar ada bisnis laundry di RSUD yang melibatkan Mulyono, segera copot dia dari jabatannya. Kami tidak ingin ada kepentingan pribadi dalam layanan kesehatan,” tegas Sobur.
Selain itu, mereka mempertanyakan kompetensi Mulyono dalam bidang kesehatan.
“Apa dasar pemilihan Mulyono sebagai Dewan Pengawas RSUD? Apakah dia memiliki pengalaman atau keahlian di bidang kesehatan?” seru seorang demonstran.
Saat tiba di kantor DPRD Sidoarjo, massa meminta para wakil rakyat mengawasi kebijakan Bupati Subandi. Ketua DPRD Sidoarjo, Abdillah Nasih, yang didampingi Wakil Ketua DPRD M. Kayan dan anggota Komisi D H. Usman, mengaku tidak mendapat laporan mengenai pengangkatan direksi maupun Dewan Pengawas BUMD dan BLUD.
“Kami tampung aspirasi kalian dan akan menggelar hearing dengan dinas terkait,” ujar Abdillah.
Tak berhenti di DPRD, massa juga mendesak Kejari Sidoarjo untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hukum dalam pengangkatan Mulyono.
“Jika ada unsur pelanggaran hukum, kami minta kejaksaan segera bertindak,” tegas Wahyu.
Saat aksi berlanjut ke Pendopo Kabupaten, massa hanya ditemui Sekda Sidoarjo, Fenny Apridawati, dan Plt. Direktur RSUD dr. Notopuro, dr. Atok Irawan.
“Mohon maaf, Pak Bupati Subandi tidak bisa menemui kalian karena sedang sakit gigi,” kata Sekda Fenny.
Mendengar hal ini, massa merasa kecewa karena tidak mendapatkan jawaban langsung dari Bupati.
“Kami ingin klarifikasi langsung dari Bupati, bukan hanya perwakilannya,” ujar Wahyu.
Menanggapi tuntutan massa, dr. Atok Irawan menjelaskan bahwa Mulyono diangkat melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW).
“Dia dipilih karena merupakan tokoh masyarakat yang kami butuhkan untuk menyampaikan aspirasi warga,” jelasnya.
Namun, alasan ini belum memuaskan para demonstran.
“Kami butuh transparansi dan alasan yang lebih masuk akal, bukan sekadar alasan ‘tokoh masyarakat’,” seru salah satu pendemo.
Aksi demonstrasi ini menjadi peringatan keras bagi Bupati Sidoarjo Subandi. Jika tidak segera merespons tuntutan publik, kepercayaan masyarakat bisa semakin menurun. Dengan sejarah panjang kasus korupsi di Sidoarjo, akankah Subandi bisa menjaga janjinya untuk memimpin dengan bersih?
Hanya waktu yang bisa menjawab. Yang jelas, publik akan terus mengawasi.