SURABAYAONLINE.CO, Gresik – Akibat pertanian sistem tadah hujan, petani Desa Petung, Kecamatan Panceng, Gresik kehilangan panen semusim. Mereka setahun hanya bisa panen jagung dua kali.
“Karena musim ketiga sekitar empat bulan tidak ada air. Jadi tidak bisa tanam. Tani di sini tadah udan,” ujar Askuwan (62) petani asal Desa Petung saat ditemui di sawahnya, Minggu (19/1).
Menurut Askuwan, problem air tersebut sudah terjadi bertahun-tahun dan belum ada solusi. Pernah ada program sedot air dari Sungai Bengawan Solo oleh perusahaan swasta di Panceng, tapi belum berhasil. Akibat kondisi tersebut Askuwan dan petani lain di desanya kehilangan pendapatan sekali panen. “Pendapatan sekali panen sekitar Rp 10 juta, tidak hitung ongkos kerja. Karena mulai tanam, merawat sampai panen saya kerjakan sendiri,” katanya.
Apa yang dialami Askuwan juga terjadi pada petani lain di beberapa desa di Kecamatan Panceng. Askuwan dan teman petani di desanya menyambut baik program Presiden Prabowo dengan memperhatikan pertanian. “Saya senang dengan program Pak Prabowo memperhatikan pertanian. Semoga urusan pengairan di sini (Petung Panceng) bisa segera di atasi, sehingga setahun bisa panen tiga kali,” harapannya.
Saat ini tambah Askuwan, jagung jenis NK 212 harganya Rp 450.000 per kuintal. Harapannya harga bisa dinaikkan menjadi Rp. 500.000 per kuintal. Petani Desa Petung juga mengaku senang dengan gebrakan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman. Karena sekarang ini pasokan pupuk untuk pertanian di daerah Petung Panceng sudah lancar.
“Alhamdulillah sekarang ini pasokan pupuk lancar. Semua petani mudah mendapatkan. Gebrakan Pak Menteri Amran manjur. Cocok dengan program Pak Prabowo,” kata Sam’un (60), petani asal Desa Petung, Panceng.
Sam’un mengaku sekarang ini harga pupuk urea 50 kg dibeli dengan harga Rp 140 ribu. “Sekarang ini realistis, ada harga ada barang. Dulu ada harga, tapi pupuknya tidak ada. Terima kasih Pak Menteri,” lanjutnya.
Menurut Sam’un, sekali musim tanam dia butuh pupuk 5×50 kg. Dalam setahun dia hanya bisa bertani dua kali musim, karena kesulitan pengairan. “Petani di sini setahun hanya panen dua kali. Setiap tahun kami kehilangan sekali musim panen, karena tidak ada air,” katanya.
Sementara pendapatan pertaniannya per 270 meter persegi menghasilkan jagung 1,3 kuintal sekali panen. Pendapatan sekali musim panen sekitar Rp 5 juta. “Kalau gak digarap sendiri tidak nutut Pak. Sekarang ini rata-rata petani di sini usianya 60-an, yang muda jarang ada yang mau ke sawah. Mudah-mudahan program menteri ppertanian dan Pak Prabowo konsisten. Kami sangat senang sekali,” imbuhnya.(*)