SURABAYAONLINE.CO, Surabaya – Saat Rapat Paripurna di DPRD Provinsi Jawa Timur, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menyampaikan Nota Keuangan pembahasan Rancangan APBD Perubahan Tahun 2023, Jumat (8/9).
Gubernur Khofifah dalam sambutannya, menekankan bahwa Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dirancang untuk mengatasi empat tantangan besar perekonomian global. Tantangan-tantangan tersebut mencakup ketegangan geopolitik, digitalisasi, perubahan iklim, dan risiko pandemi.
Khofifah menekankan bahwa ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung seperti konflik Rusia-Ukraina dan meningkatnya hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah menyebabkan negara-negara besar mengambil kebijakan yang lebih fokus ke dalam negeri. Akibatnya, pergeseran dari globalisasi telah mengakibatkan penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi global.
“Di samping itu, laju inflasi global masih belum kembali ke level prapandemi sehingga suku bunga acuan global masih bertahan higher for longer. Akibatnya, likuiditas global masih akan ketat sehingga cost of fund juga masih tetap tinggi. Ini kondisi ekonomi global, sehingga harus menyesuaikan,” katanya.
Sebaliknya, terdapat ekspektasi akan adanya sedikit perbaikan pada perekonomian global pada tahun 2024 seiring dengan stabilnya harga komoditas. Indonesia, sebagai negara yang tangguh di tengah krisis, diperkirakan akan terus mengalami pertumbuhan ekonomi.
“Kita masih harus waspada El Nino yang kabarnya akan terus berlanjut sampai Februari 2024 yang berpotensi berdampak pada tingkat inflasi. Tapi Alhamdulillah kinerja Perekonomian kita meningkat yaitu 5,24% pada triwulan II-2023 dibanding triwulan II-2022 (y-on-y),” katanya.
Khofifah memberi penjelasan detail terkait posisi P-APBD 2023 yang berubah. Disebutkannya pendapatan Daerah mengalami perubahan dari yang semula dianggarkan Rp 29,8 triliun menjadi Rp 31,3 triliun sehingga terjadi peningkatan sebesar Rp 1,4 triliun. Peningkatan tersebut mencakup Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Transfer, dan Pendapatan Daerah Lainnya yang Sah.
Lebih lanjut, Khofifah menyoroti karena perubahan Pendapatan Daerah yang lebih kecil dibandingkan Belanja Daerah, maka terjadi pergeseran defisit. Untuk menutupi penyesuaian defisit tersebut, digunakan pembiayaan neto dengan memanfaatkan selisih antara pendapatan daerah dan belanja daerah.
Khusus untuk Perhitungan Sisa Anggaran (SiLPA) Tahun Anggaran 2022, Pendapatan Pembiayaan dari sisi pengeluaran sebesar Rp. 4,44 triliun berdasarkan temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Setelah dikurangi seluruh belanja pembiayaan daerah dari jumlah tersebut, diperoleh angka pembiayaan bersih sebesar Rp. 3,9 triliun tercapai.
Khofifah menegaskan, perubahan kebijakan secara umum dilakukan pada tiga bidang, yakni perubahan pendapatan, penyesuaian belanja, serta perubahan pos pembiayaan daerah. Keputusan ini selaras dengan perjanjian Perubahan KUA dan Perubahan PPAS terkait APBD Tahun Anggaran 2023.
“Saya menyerahkan sepenuhnya kepada Pimpinan dan Anggota Dewan untuk diadakan pengkajian lebih lanjut sehingga tata perangkaan ini lebih realistis. Sesuai dengan potensi dan kebutuhan dalam rangka mewujudkan masyarakat Jawa Timur yang adil, sejahtera, unggul, dan berakhlak,” pinta Khofifah kepada para dewan.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Khofifah juga menyampaikan pandangannya mengenai Usulan Perubahan Peraturan Daerah atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2018 tentang Produk Hukum Daerah.
Khofifah mengungkapkan, setelah mengkaji berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, peraturan kebijakan, dan keputusan, ia sepakat perlu melakukan perubahan terhadap Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.
Usulan perubahan tersebut antara lain memasukkan konten terkait pembentukan peraturan daerah dan peraturan gubernur dengan menggunakan pendekatan omnibus law. Selain itu, terdapat usulan untuk memasukkan konten mengenai pembuatan peraturan perundang-undangan secara elektronik pada rancangan Peraturan Daerah, rancangan Peraturan Gubernur, dan rancangan Peraturan DPRD.
“Kami berharap dalam merumuskan materi muatan perubahan atas Perda Nomor 13 Tahun 2018 ini dilakukan dengan penuh kecermatan dan kehatian-hatian seiring adanya rencana perubahan kedua atas Permendagri No. 80 Thn 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah,” terangnya.
Beliau juga menyampaikan hal ini juga dilakukan agar kedepannya tidak terjadi pertentangan atau kontradiksi.
“Serta belum diterbitkannya Peraturan Presiden yang mengatur mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan secara elektronik. Hal ini sebagai upaya agar nantinya materi muatan perubahan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dimaksud,” tutupnya.