SURABAYAONLINE.CO – Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengungkapkan bahwa ada negara yang semula tidak meminati investasi baterai lithium di Indonesia. Namun belakangan, justru tertarik untuk bergabung ke dalamnya. Negara tersebut adalah Jepang.
“Kita tekan bahwa harus baterai bikin di sini, bukan dikirim ke luar negeri, kita roadshow ke Jepang gini-gini (ekspresi nolak). Begitu Korea dan China bikin di sini, baru Jepang gini-gini (ekspresi menerima),” kata katanya ketika menutup Apkasi Otonomi Expo 2021, Jumat (22/10).
Indonesia memiliki cita-cita untuk menjadi pemain baterai kelas dunia. Bukan tanpa alasan, besarnya cadangan nikel di Tanah Air menjadi salah satu pemicu banyak pihak luar melirik nikel Indonesia. Indonesia merupakan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia di mana pada 2020 tercatat memiliki 72 juta ton Ni (nikel), atau 52% dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton Ni.
“Karena tidak mungkin ke depan kita juga bergantung pada baterai impor, dan sampai kapan sumber daya alam kita dieksploitasi terus bangsa lain. Kita tidak mau market kita jadi pertumbuhan bangsa lain. Market kita harus dipastikan paling tidak 70% untuk pertumbuhan negara, kita bukan bangsa lain,” sebut Erick.
Cita-cita ini menjadi kian nyata dengan adanya sejumlah proyek pengolahan dan pemurnian (smelter) komponen baterai, tepatnya smelter nikel berteknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL), tengah dibangun di Indonesia. Tak main-main, total investasi untuk enam proyek bahan baku komponen baterai di Tanah Air ini diperkirakan mencapai US$ 6,25 miliar atau sekitar Rp 91 triliun (asumsi kurs Rp 14.500 per US$).
Apalagi, belum lama ini pada 27 Juli 2021 lalu, Hyundai Motor Group dan LG Energy Solution menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Pemerintah Indonesia untuk membentuk perusahaan patungan (joint venture) di Indonesia sebagai upaya dalam memproduksi sel baterai dari mobil listrik bertenaga baterai atau BEV.
Melalui MoU ini, Hyundai Motor Group dan LG Energy Solution akan menginvestasikan dana senilai US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 15,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.500 per US$) ke dalam joint venture untuk membangun pabrik sel baterai di Karawang, Indonesia.
Namun ke depannya, diperkirakan tidak hanya Hyundai dan LG ini yang akan berinvestasi baterai di Tanah Air, namun juga investor dari berbagai negara diperkirakan akan datang untuk berinvestasi pabrik baterai di Indonesia.