SURABAYAONLINE.CO – PT Bank Central Asia Tbk atau BCA menambah modal anak usahanya, PT Bank Digital BCA, dari Rp2,7 triliun menjadi Rp4 triliun pada September 2021. Penambahan suntikan modal dilakukan di tengah isu rencana penawaran saham perdana (IPO) Bank Digital BCA.
“Sehingga diharapkan Bank Digital BCA senantiasa berinovasi untuk memenuhi beragam kebutuhan nasabah serta memperluas ekosistem digital yang dimiliki,” ujar Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja dalam konferensi pers virtual, Kamis (21/10).
Kendati begitu, Jahja belum mau membagi informasi lebih lanjut mengenai rencana IPO ke depan. Namun, ia memastikan IPO akan dilakukan bila kinerja anak usaha sudah semakin menarik. “Kalau kita mau IPO, ya kita kumpulkan dulu fakta-fakta dari bank digital kita ini,” imbuhnya.
Sementara dari segi kinerja, Jahja mengatakan Bank Digital BCA telah berhasil menghimpun dana nasabah mencapai Rp800 miliar hanya dalam waktu sekitar tiga bulan beroperasi sejak Juli 2021. Sedangkan jumlah transaksi nasabah mencapai 100 ribu per hari.
“Ini penting, jadi bukan cuma number account (yang tinggi). Untuk apa akun banyak tapi tidak ada transaksinya, tidak ada gunanya, yang penting transaksi dan kita happy sekali dengan performa produk kita yang milenial banget ini,” ucapnya.
Namun, Jahja belum bisa memberi target nilai dan jumlah transaksi bank digitalnya ke depan, meski dipastikan bakal naik.
“Dari mana datangnya hype transaction ini? Dari komoditas, digital bond, p2p lending, exchanger pendukung kripto, ini semua meningkat luar biasa. Jadi ke depan apa bisa naik? Ya bisa, tapi kita tidak bisa duga value transaction-nya,” jelasnya
Di sisi lain, Jahja melihat nilai dan jumlah transaksi digital BCA mungkin terus meningkat karena ada peralihan kebiasaan nasabahnya dari offline ke online. Tapi, menurutnya, hal ini tidak serta merta membuat peran kantor cabang jadi tidak penting.
Justru, menurutnya, kehadiran kantor cabang tetap perlu dipertahankan untuk melayani transaksi offline. Sebab, transaksi ini mungkin menyusut secara jumlah, tapi nilai transaksinya masih besar.
Kebutuhan kantor cabang tetap perlu, untuk kredit, beli uang valas, cek giro, kliring, meski hanya 0,5 persen jumlah transaksinya di cabang (dari total BCA), tapi volumenya masih 30-40 persen,” terang Jahja.
Lebih lanjut, ia menekankan perkembangan digitalisasi tidak serta merta membuat BCA akan masif menutup kantor cabang. Toh, menurutnya, penempatan kantor cabang perusahaan sudah sangat efisien dan tidak sebanyak bank-bank lain.
“Kita cabang sebenarnya tidak banyak, kalau dibandingkan BRI itu 10 ribu cabang, Mandiri lebih dari 2.000 cabang, BCA cuma 1.200 cabang, jadi kita tetap butuh cabang,” pungkasnya. (Nug)


