SURABAYAONLINE.CO, Sumenep- Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) kabupaten Sumenep, meminta pemerintah setempat untuk melakukan kajian ulang dan komperhensif terhadap rencana penambahan konsesi pertambangan fosfat di dalam review Rencana Tata Ruang Wilayah RT/Rw 2013-2033.
Menurut Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) kabupaten Sumenep, Moh Ekoyanto menyampaikan, pada Peraturan Daerah (Perda) nomer 12 tahun 2013-2033 sebelum review, sudah terdapat pasal – pasal yang saling bertentangan atau tumbang tindih kawasan peruntukan
Misalnya kata dia, dalam Ketentuan Umun pada pasal 1 ayat 32 disebutkan Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
“Kalau sudah seperti itu seharusnya pemerintah harus mengkaji ulang lagi, bukan malah berencana akan menambah titik zona penambangan fosfat. Kalau tetap di lakukan maka dampaknya akan menjadi bencana terhadap lingkungan sekitar,” katanya, Jum’at (5/2/2021).
Menurut Eko sapaan akrabnya, dalam Perda itu ada Kawasan Peruntukan Pertambangan Pasal 40 seperti pertambangan mineral, pertambangan minyak dan gas bumi dan kawasan potensi panas bumi.
Hal ini pertambangannya berada pada beberapa titik sebagaimana di sebutkan pada Kawasan Rawan Bencana Alam di Pasal 28 meliputi, bencana longsor, bencana banjir, bencana angin puyuh dan kawasan rawan bencana gelombang pasang.
Apalagi, kata dia, dalam wilayah beberapa titik pertambangan itu, terdapat pada Kawasan Lindung Geologi yang tercantum pada Pasal 33 seperti kawasan cagar alam geologi yang berupa kawasan lindung karst. Padahal bentang gugusan bebatuan kars merupakan kawan lindung, dan sudah ditetatapkan sebagar warisan dunia oleh UNESCO yang harus dilindubgu dan jauh dari aktivitas pertambangan
Gugusan bebatuan kars sendiri, dalam Peraturan Pemerintah (PP), Nomor 26 Tahun 2008 tentang recana tata ruang wilayan nasional, ditetapkan sebagai kawasan lindung nasional karena termasuk dalam kawasan yang memiliki keunikan bentang alam. Itu terdapat pada pasal 52,53 dan 60
Namun salah satu kecamatan yang memiliki kawasan lindung batu kars seperti Kecamatan Batu Putih dimasukkan kembali kedalam draf review, dan dalam Perda RTRW 2013-2033 Sebelumnya, suda ditetap sebagai daerah kawan lindung yang secara bersamaan juga diperuntukkan untuk pertambangan fosfat
Hingga kini pemerintah hanya belum membuka secara transparan kepada publik titik lokasi pertambangan, pemrintah hanya menyebutkan dalam skop Kecamatan, yakni Batu Putih, Ganding, Manding, Lenteng, Guluk-guluk, Gapura, Bluto, dan
Kecamatan Arjasa. Bahkan dikabarkan dalam review RTRW 2013-2033 yang ajukan oleh pihak Bappeda Sumenep saat ini, ditambah 9 kecamatan lagi. Setidaknya, kata eko, Pemerintah daerah harus memikirkan terhadap dampak bencana yang akan terjadi pada lokasi pertambangan sekitar.
“Kalau ini terpaksa dilakukan (ditambang), apa jadinya apabila pegunungan yang kemudian dikeruk atau bebatuan yang menjadi daya serap air diambil. Otomatis ketika hujan, maka akan terjadi banjir kemudiaan ketika musim kemarau diperkirakan kita akan kekurangan air,” ungkapannya.
Lebih lanjut, ia menambahkan, di Lakpesdam sendiri sampai saat ini masih mengkaji terkait RTRW tersebut, sehingga ia berharap dalam mereview RTRW 2013-2033 pemerintah daerah harus melibatkan masyarakat didalam proses perubahannya itu. Sehingga warga bisa tau tentang bagaimana prosedur – prosedur yang dilakukan pemerintah kabupaten Sumenep.
“Terutama masyarakat yang menjadi titik lokasi pertambangan, baik itu tokoh masyarakat, maupun organisasi keagamaan harus dilibatkan sehingga ada dialog dan memberikan pemahaman terhadap masyarakat. Supaya masyarakat tidak jadi korban terhadap dampak pertambangan,” tandasnya. (Thofu)