SURABAYAONLINE.CO, Sumenep-Ratusan mahasiswa calon wisudawan-wisudawati, Universitas wiraraja (Unija) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur yang akan mengikuti wisuda secara daring, menggelar demonstrasi di depan gedung rektorat kampus tersebut. Kamis 19/11/2020
Demonstrasi ini dilakukan sebagai bentuk respon atas kebijakan yang dikeluarkan kampus, perihal biaya wisuda yang harus dikeluarkan oleh calon wisudawan-wisudawati. Orator aksi Muhammad Sholeh dalam penyampaian pandangan politiknya saat demontrasi menilai, kebijakan biaya wisuda terlalu mahal padahal menurutnya wisuda kali ini hanya dilaksankan secara daring karena masih dalam situasi Covid-19.
“Biaya yang harus dikeluarkan terlalu mahal padahal wisuda dilaksanakan secara daring,” sampainya
Selain itu menurut Sholeh besaran biaya Rp 750.000 itu sangat menyulitkan orang tua mahasiswa calon wisuda. Apalagi menurutnya saat ini semua masyarakat terkena dampak dari pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian keluarga mereka berada dalam posisi sulit.
Ia juga meminta kampus Universitas wiraraja untuk memikirkan orang tua calon wisuda yang mayoritas hanya berprofesi petani, buruh harian lepas, yang sudah sekuat tenaga selama ini membiayai perkuliyahan para mahasiswa.
“Kami rata-rata dari anak petani pak, mohon pikirkan orang tua kami,” tegasnya
Dengan situasi sekarang ini menurut dia, kampus harusnya lebih bijaksana didalam mengeluarkan kebijakan. Bukan malah menjadikan momentum wisuda ini sebagai ladang bisnis untuk mengambil keuntungan semata, tanpa mempertimbangkan kondisi orang tua calon wisuda ditengah pandemi. Padahal kampus merupakan hak demokratis setiap warga negara dan jauh dari nilai-nilai korporasi.
“Wisuda dijadikan ladang bisnis, ditengah situasi kesulitan akibat pandemi, dan Rektor tidak bijaksana dalam mengeluarkan kebijakan di masa pandemi Covid-19, “tegasnya
Tidak lama kemudian, massa aksi ditemui oleh Pembantu Rektor I, Mujib Hannan dan Pembantu Rektor III Nur Dody Zakky, kemudian massa aksi di persilahakan masuk keteras gedung rektor dan berdiskusi panjang.
Selanjutnya kordinator Junaidi aksi, mempersilahkan Pembantu Rektor I dan Pembantu Rektor III, untuk bermusyawah dengan seluruh pimpinan kampus, untuk memutuskan tuntutan massa aksi, sementara itu sambil menunggu massa aski melakukan ngaji bersama sambil lalu menunggu hasilnya.
Dalam salah satu tuntutannya massa aksi meminta, agar biaya wisuda daring diturunkan menjadi 500 Ribu dan massa aksi siap wisuda luring dengan biaya 750 Ribu.
Selang beberapa waktu Pembantu Rektor I, Mujib Hannan, keluar dan menyampaikan hasil musyawarah, bahwa hasil keputisannya pihaknya besikukuh dan tetap menyesuaikan dengan surat edaran Rektor Unija pada tahun 2020. Bahkan ia memperbolehkan calon wisuda untuk tidak mengikuti acara seromoni wisuda.
“Calon wisudawan-wisudawati, jika tidak mau mengikuti wisuda ini, diperbolehkan untuk ikut wisuda pada tahun berikutnya,” jelasnya.
Menanggapi hal itu. Junaidi sebagau kordinator aksi juga menegaskan tetap menolak keputusan tersebut, ia menilai kampus sebagai lembagi pendidikan yang harusnya memiliki ketajaman berfikir dan kelembutan perasaan sebagai tanggung jawab intlektual, berkewajiban mendengarkan aspirasi dan menjadikan situasi kesulitan orang tua calon wisuda, yang sedang berada dalam kesulutan secara ekonomi.
“Tidak bisa melihat kondisi orang tua kami, yang sedang kesulitan dan kami tetap menolak keputusan Rektor terkait biaya wisuda” paparnya.
Kemudian massa aksi, membakar toga wisuda yang dibawak massa aksi sebagai bentuk kekecawaan dan pupusnya harapan untuk ikut wisuda tahun ini. Padahal seromoni wisuda merupakan kebahagian semua orang tua mahasiswa. Selain itu mahasiswa juga melakukan penyegelan terhadap gedung rektor Unija. (Thofu)