SURABAYAONLINE.CO— Berita seputar penyebaran virus corona di seluruh dunia sempat membuat ramuan tradisional empon-empon viral di media sosial. Ramuan ini dikatakan berkhasiat untuk meningkatkan kesehatan tubuh, terutama di saat sedang ada perebakan wabah corona ini.
Lantas, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan empon-empon?
“Empon-empon” adalah istilah yang dipakai untuk berbagai bahan baku dan rempah yang biasa digunakan untuk membuat minuman tradisional Indonesia jamu, seperti jahe, kunyit, temulawak, dan kencur.
Sejak menyebarnya virus corona ini, presiden Indonesia, Joko Widodo, bahkan ikut mengonsumsi minuman empon-empon yang terdiri dari temulawak, jahe, serai, dan kunyit hingga tiga kali sehari.
“Sekarang karena ada (corona) saya minumnya pagi, siang, malam. Itu yang menyebabkan mungkin naik ya itu karena diminum enggak sekali tapi tiga kali,” kata Presiden Joko Widodo seperti dilansir di situs Sekretariat Kabinet Republik Indonesia belum lama ini.
Minuman tradisional ini pun kerap disuguhkan kepada para tamunya.
“Sekarang tamu-tamu saya kalau pagi, siang dan malam juga saya beri minuman itu. Bukan teh tapi saya ganti dengan temulawak, jahe, serai, kunyi campur jadi satu. Sudah,” lanjut Presiden Joko Widodo, dikutip dari laman yang sama.
Berdasarkan studi global yang diterbitkan ke dalam Journal of Traditional and Complementary Medicine tahun 2018, bertajuk “Herbal beverages: Bioactive compounds and their role in disease risk reduction – A review” atau “Minuman herbal: Senyawa bioaktif dan perannya dalam mengurasi resiko penyakit – Ulasan” yang dilakukan oleh Anoma Chandrasekaraa dan Fereidoon Shahidib, minuman herbal adalah minuman yang terbuat dari bahan natural yang berasal dari tanaman, daun, akar, batang, buah, dan bunga.
Studi ini mengatakan, minuman herbal dikonsumsi sebagai bagian dari diet yang dapat meningkatkan anti-oksidan dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.
Virus corona Merebak, Harga Bahan Baku Jamu Naik di Indonesia
Teuku Faris, 28, mengaku setiap hari konsumsi jamu racikan rumahan sejak pemerintah umumkan WNI yang positif corona. Kebiasaan baru itu ia lakukan secara kolektif sekeluarga.
“Saya sebenarnya tidak terlalu khawatir (dengan penyebaran virus), tapi ibu panik dan ingin kita tingkatkan daya tubuh,” ungkap pria yang bekerja di sebuah BUMN ini.
Seminggu terakhir Faris dan keluarga tidak pernah terlewat mengonsumsi ramuan jamu yang terdiri dari jahe, temulawak, kunyit, dan madu.
Mesti mengaku tidak sepanik ibundanya, Faris mengaku tingkatkan kewaspadaan, mengingat pekerjaan yang menuntutnya bermobilitas tinggi. Selain konsumsi jamu dan suplemen, Faris mengaku meminimalisir kontak sentuhan dengan benda-benda yang ada di tempat umum.
“Bahkan sekarang kalau di bandara sudah enggak pakai troli. Hand rail di eskalator enggak dipegang, kalau habis tekan tombol lift pun langsung cuci tangan,” ujar Faris.
Kebiasaan mengonsumsi jamu ini juga dilakukan oleh Calista, 23, bahkan sejak sebelum kabar virus corona masuk ke Indonesia. “Biasanya tuh cuma minum jamu kunyit asam sebulan sekali, karena kan aku (untuk kebutuhan) cewe,” ujar Calista.
Calista mengaku mulai mengonsumsi jamu beras kencur yang ia beli melalui layanan pesan antar di sebuah gerai jamu. Meski mengaku santai, namun pemberitaan mengenai corona tetap membuatnya lebih tingkatkan kewaspadaan, khususnya dengan menjaga daya tahan tubuhnya.
“Seminggu minimal 2-3 kali minum jamu. Aku beli pake gojek langsung 1 liter beras kencur,” kata wirausahawan muda ini.
Salah satu gerai spesialis minuman jamu di Ibukota, Suwe ora jamu, mengaku mengalami peningkatan pembelian hingga 50 persen sejak maraknya pemberitaan virus corona.
“Temulawak biasanya di rata-rata outlet itu, saya kirim 50 suka return setelahnya (masih sisa). Tapi sekarang malah sering habis,” jelas Ayu Savitri dari bagian pemasaran Suwe Ora Jamu.
Menurut Ayu, pembelian jamu di gerai-gerainya memuncak pasca diumumkannya 2 WNI positif corona awal Maret silam. Ayu megatakan kini jamu kunyit dan temulawak setiap harinya ludes terjual di ke-3 gerainya di Jakarta.
Permintaan jamu yang tinggi mengakibatkan kenaikan harga bahan baku jamu melonjak. Hal ini diamini oleh Ayu yang sempat terdampak kenaikan harga jahe hingga 2 kali lipat harga normal. Namun produksi minuman Suwe Ora Jamu bekerjasama langsung dengan perkebunan di Sukabumi, sehingga bisa meminimalisir dampak kenaikan harga bahan baku jamu pasaran saat ini.
Memanfaatkan minat konsumsi jamu yang tinggi ini, Suwe Ora Jamu meningkatkan produksinya demi bisa penuhi tingginya permintaan.
“Kita produksi saat ini bisa sampai 3 kali lipatnya,” ujar Ayu.
Berkenalan dengan Ane Sunjaya, “Mbok Jamu” di Amerika.
“Betul saya mbok jamu yang terkenal di DC area,” kata Ane Sunjaya sambil bercanda saat dihubungi oleh VOA belum lama ini.
Ane dan keluarga memang rutin mengonsumsi jamu.
“Alhamdulillah, kalau untuk masalah sakit-sakit ya, maksudnya itu kan pasti kalau sakit siapa yang tahu ya, tapi untuk pencegahan itu sangat bagus banget,” katanya.
Menanggapi fenomena empon-empon yang tengah naik daun, Ane mengatakan hal itu tidak asing bagi peminum jamu seperti dirinya.
“Empon-empon itu sebenarnya herbs, herbal yang dipakai untuk meningkatkan metabolisme tubuh, kayak jahe, kunyit, temulawak, kencur, itu sebenarnya termasuk dalam empon-empon.”
Ane yang tinggal di negara bagian Maryland sudah berjualan jamu di Amerika Serikat sejak tahun 2012. Berawal dari keinginannya untuk meningkatkan kebugaran setelah melahirkan, ia pun teringat akan kebiasaan minum jamu keluarganya saat masih tinggal di Indonesia.
Namun, karena dulu sulit menemukan minuman jamu di Amerika, akhirnya Ane memutuskan untuk membuatnya sendiri, dengan membeli bahan bakunya di supermarket yang menjual rempah-rempah dari berbagai negara.
“Pertamanya dulu bikin kunyit asem,” katanya.
“Walaupun agak susah tapi kunyit lumayan gampang dicari ya, jadi itu pertamanya,” tambahnya.
Dari situ lalu ia memperkenalkan minuman jamu produksinya ke teman-teman sampai akhirnya banyak menerima pesanan, mulai dari jamu kunyit asam, jamu kunyit sirih, jamu beras kencur, dan jamu temulawak.
“Karena orang di Indonesia pun temulawak belum terlalu banyak orang yang minum ya, karena kan pahit ya. Jadi kalau temulawak itu pre order nya benar-benar orangnya itu-itu juga,” jelasnya.
Setiap minggunya, Ane memproduksi sekitar 125 botol jamu kunyi asam, 125 botol jamu kunyit sirih, sekitar 50-75 botol jamu beras kencur, dan 20 botol jamu temulawak, dengan harga 5-6 USD atau setara dengan 74-89 ribu rupiah per botol dengan ukuran 120ml.
“Untuk beras kencur dan temulawak itu 6 dolar, karena bahannya lebih jelimet ya,” kata Ane.
Menurut Ane sulit untuk menemukan kencur di Amerika.
“Itu sebelum ada corona virus pun udah susah kencurnya. Jadi nyarinya itu benar-benar harus dengan tidak nama kencur, karena nggak ada nama kencur di sini kan,” jelasnya.
Dengan adanya perebakan wabah corona di Amerika, Ane pun mengakui adanya peningkatan dalam penjualan jamunya.
“Ada beberapa yang sebenarnya aku belum produksi, mereka udah nanya gitu, ‘Mbak kapan lagi?’ gitu. Jadi kalau untuk orang indonesia ya peningkatan penjualan jamu sedikit lebih naik. Kalau untuk orang-orang bulenya, mereka lebih tertarik untuk nanya dulu, terus nyobain sedikit. Lebih curious,” jelasnya.
Ia pun melayani banyak pertanyaan dari orang-orang yang baru ingin mulai minum jamu atau konsultasi mengenai minuman jamu apa yang cocok untuk mereka.
“Sebelum ada virus corona ini mereka pasti selalu akan nanya, ‘Kunyit asam gunanya untuk apa ya mbak?’, ‘Apa bedanya dengan kunyit sirih?’ Karena kan sama-sama kuning,” jelasnya.
Bagi yang baru mulai minum jamu, biasanya Ane menyarankan untuk mengonsumsi jamu kunyit asam, karena manis dan segar. Baru setelah itu ia menganjurkan untuk mencoba jamu temulawak, yang walaupun rasanya pahit, menurutnya “paling manjur” untuk meningkatkan daya tubuh.
“Kalau misalnya bisa, nanti kunyi asam ditambah dengan temulawak. Itu bagus banget. Kalau sudah bisa lepas, sudah biasa, temulawak full itu lebih mantap lagi.”
WNI di AS Berebut Temulawak dan Borong Minuman Jahe Instan
Terkait dengan penyebaran virus corona, khususnya di negara bagian Maryland, AS, Linda Campbell, pemilik Indonesian and Asian Grocery Store yang menjual bahan makanan Indonesia dan Asia di Deerwood, Maryland ikut merasakan dampaknya.
“Dari (dampak) ekonomi ya, otomatis orang-orang belanjanya kelihatan lebih banyak dari biasanya, tapi enggak seperti yang saya lihat di Indonesia, sampai borong-borong,” ujar Linda Campbell kepada VOA baru-baru ini.
Barang-barang yang cepat laris biasanya adalah rempah-rempah yang menjadi bahan baku minuman herbal atau jamu.
“Yang frozen itu kan ada serai, terus ada lengkuas. Ada daun jeruk,” katanya.
Namun, yang paling dicari adalah temulawak. Linda mengaku tidak mendapat jumlah temulawak yang sesuai dengan pesanannya, karena memang terbatas.
“Temulawak itu dicari orang dimana-mana. Kebetulan saya juga di distributornya jadi rebutan juga, karena di tempat lain mungkin juga semacam gitu juga,” ceritanya.
Meskipun laris dan persediaan terbatas, Linda tidak terlalu membatasi jumlah temulawak yang diborong para pelanggannya yang kebanyakan orang Indonesia. Menurutnya “pelanggan bule enggak (me)ngerti empon-empon.” Satu pak temulawak kering dengan berat sekitar 56 gram ia jual dengan harga 1.99 USD atau setara dengan 29 ribu rupiah.
“Tapi mungkin kalau sampai mereka over sampai satu orang beli 15-20 ya enggak saya kasih gitu. Paling-paling ya saya kasih limalah, supaya mereka yang lainnya juga terbagi gitu,” lanjutnya.
Karena ia tidak menjual banyak rempah-rempah, yang juga laris manis di tokonya adalah minum jahe bakar instan yang dijual seharga 5,49 USD atau setara dengan 82 ribu rupiah per kotak dengan isi 10 paket.
“Kalau khawatir ya logis-lah, setiap orang khawatir. Tetapi enggak terlalu sampai kayak gimana gitu ya, karena mereka yakin bahwa mereka juga sehat-sehat dan mereka yakin dengan minuman (empon-empon), mereka bisa menjaga tubuh masing-masing gitu,” ujarnya.(VOA)