SURABAYAONLINE.COM-Tim Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) RI bakal mengecek langsung terkait dugaan pungli dalam kepengurusan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Torongrejo, Kecamatan Junrejo. Bahkan Satgas Saber Pungli Kemenkopolhukam Wilayah Jatim menghimbau kepada warga supaya tidak takut dan segera melapor jika menjadi korban atau mengetahui ada praktik pungli.
Tim Sosialisasi Satgas Saber Pungli wilayah jawa timur Mariyadi SH MH menegaskan, semua bentuk pungutan di luar ketentuan termasuk dalam realisasi Program Nasional Agraria (Prona) yang sekarang bertransformasi menjadi pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL), adalah ilegal alias pungutan liar.
“Pungli dalam Prona atau PTSL biasanya berbalut biaya persiapan realisasi. Pungli juga bisa dilakukan dengan embel-embel biaya pengambilan sertifikat yang sudah diterbitkan,” kata Mariyadi kepada awak media Senin (23/9/2019).
Untuk proses pengurusan sertifikasi tanah di tingkat panitia desa hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah gratis karena biaya sudah ditanggung APBN.
“Memang ada biaya yang dibebankan kepada pemohon seperti biaya persiapan yang meliputi pengadaan patok, meterai, dan lainnya. Namun nilainya berkisar Rp 150 ribu berdasarkan SKB 3 Menteri, karena sebelumnya Mariyadi sydah mengkonfirmasi kepala BPN kota batu Pak Andi, Jika ada yang menuntut biaya lebih dari itu, bahkan berkali-kali lipatnya, patut diduga pungli,” terang Mariyadi.
Dia menambahkan dengan menarik biaya pengambilan sertifikat yang sudah diterbitkan juga termasuk pungli. Sebab, pengambilan sertifikat juga gratis.
“Bahkan, jika petugas hanya memberi isyarat atau menyampaikan kalimat untuk memancing pemohon agar membayar, termasuk pungli pula,” ujarnya.
Karena sudah menjadi kewajiban petugas terkait menjelaskan bahwa pengambilan sertifikat gratis. Apabila setelah dijelaskan, tetapi warga memberi sesuatu atas inisiatif pribadi, dia tak mempermasalahkannya.
” Masalah Prona atau yang sekarang PTSL dan realisasi dana desa menjadi fokus kami sesuai instruksi Presiden Bapak Jokowi,” melalui Perpres 87 tahun 2016 tambahnya.
Sebelumnya ada beberapa pemohon di Desa Tulungrejo yang mengaku adanya biaya tambahan diatas Rp 150 ribu bagi pemohon yang mengikuti program PTSL. Tapi hal itu dibantah oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang mengurusi PTSL. Gapoktan Torong Makmur selaku panitia membantah adany biaya tambahan saat pengurusan.
Suliono mengaku jika hanya Rp 150 ribu yang dibebankan untuk pemohon untuk pembelian 3 patok, 1 bandel warkah dan 1 materai. Bahkan hal itu sudah disetujui dalam rapat yang diselenggarakan pada Senin (5/3/2018). Ada 4 poin untuk biaya pengurusan atas dasar kesepakatan bersama yang dihadiri oleh Pokmas PTSL, pengurus gapoktan, pengurus kelompok tani, pengurus taruna tani, penyuluh pertanian lapangan.
Poin pertama yaitu pemohon wajib membayar Rp 150 ribu untuk pembelian 3 patok, 1 bandel warkah dan 1 materai. Kedua, kekurangan patok dan materai ditanggung oleh pemohon. Ketiga, apabila tanah sudah menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM), pemohon dimintai sumbangan yang besarnya tidak dipastikan untuk biaya transportasi, konsumsi dan honor pekerja pokmas. Keempat, hasil kesepakatan pun dikuatkan dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang diketahui oleh kepala desa.
Bahkan BPN Kota Batu melalui Kasi Hubungan Hukum Pertanahan Hanung Prihantoro dan Kasi Inftrastruktur Pertanahan BPN Kota Batu menyampaikan tidak ikut campur dalam penarikan diluar ketentuan yang sudah disepakati. Ia menjelaskan kalau seluruh proses memang ada beban dari pemohon, tapi jika berkas sudah lengkap dan diproses oleh BPN tidak ada biaya lagi sesuai keputusan bersama tiga menteri.
Sebagaimana diketahui untuk wilayah Kota Batu masuk di zona V dengan biaya PTSL sebesar Rp 150 ribu. Namun yang terjadi di Desa Torongrejo, panitia setempat masih meminta biaya tambahan. Sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak.(*)