SURABAYAONLINE.CO – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo resmi menetapkan empat mantan Kepala Dinas Perumahan, Permukiman, Cipta Karya, dan Tata Ruang (P2CKTR) Kabupaten Sidoarjo sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Tambaksawah, Kecamatan Waru.
Keempat pejabat eselon II berinisial S, DP, ABT, dan HS tersebut diduga menyalahgunakan wewenang selama periode 2008 hingga 2022, dengan total kerugian negara mencapai Rp9,75 miliar.
Dari keempat tersangka, dua di antaranya masih aktif menjabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo, salah satunya sebagai Kepala Dinas Perikanan.
Kejari Sidoarjo, Roy Rovalino Herudiansyah, melalui Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) John Franky Yanafia Ariandi, menegaskan bahwa para tersangka gagal menjalankan fungsinya sebagai pengguna barang sesuai ketentuan dalam pengelolaan aset daerah.
“Fungsi pengawasan, pembinaan, dan pengendalian tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ini melanggar Permendagri Nomor 152 Tahun 2004 dan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016. Pendapatan dari Rusunawa bocor dan tak tercatat, sehingga merugikan negara hingga Rp9,75 miliar,” tegas Jhon, Selasa (22/7/2025).
Pemeriksaan terhadap para tersangka telah dilakukan. Namun, tersangka ABT tidak ditahan di rumah tahanan karena alasan kesehatan. Ia dinyatakan mengalami pembengkakan jantung, jantung koroner, serta cairan di paru-paru dan kini berstatus tahanan kota. Sementara itu, tersangka HS absen dalam pemeriksaan karena masih menjalani perawatan akibat kecelakaan.
Kejari menyatakan tetap bersikap objektif dan profesional dalam menangani perkara ini. Dua tersangka yang masih aktif di Pemkab Sidoarjo telah dipanggil penyidik, termasuk mantan penjabat kepala daerah yang ikut menandatangani kerja sama terkait pengelolaan Rusunawa.
“Kepala daerah yang menandatangani kerja sama telah kami mintai keterangan. Namun, belum kami tetapkan sebagai tersangka karena masih menunggu alat bukti yang cukup,” imbuh Jhon.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) junto Pasal 55 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.
Wakil Bupati Sidoarjo, Mimik Idayana, menyatakan keprihatinannya terhadap kasus yang menyeret para pejabat senior tersebut. Ia menegaskan pentingnya menjadikan peristiwa ini sebagai momentum untuk memperbaiki sistem pemerintahan.
“Saya prihatin, tapi kita harus menghormati proses hukum. Ini momentum refleksi agar ke depan pejabat publik bekerja lebih cermat dan akuntabel,” ujar Mimik.
Lebih lanjut, Mimik menyoroti lemahnya sistem birokrasi sebagai faktor berulangnya kasus korupsi di lingkungan Pemkab Sidoarjo.
“Tiga penjabat bupati sebelumnya tersandung kasus serupa. Kini merambah ke jajaran kepala dinas. Ini bukti sistem, mekanisme, dan prosedur pemerintahan kita harus dibenahi serius,” tegasnya. (Rin)