Oleh: HS. Makin Rahmat Ketua Komdis Asprov PSSI Jawa Timur
SURABAYAONLINE.CO – Penerapan Video Assisten Referee (VAR), masih menimbulkan kontroversi. Pengamatan sepihak penulis dari penayangan langsung di laga Liga 1 dan 2 yang diberlakukan VAR untuk membantu wasit utama dalam membuat keputusan yang lebih akurat, detail, dan faktual dengan menggunakan teknologi video, belum sepenuhnya menjadi solusi untuk memuaskan semua pihak, khususnya the family football dan para netizen yang melek IT.
Sampai sejauh mana regulasi bisa menjaga independen dari VAR? Sebagai asisten referee atau wasit, VAR mempunyai tugas utama membantu wasit utama dalam menjatuhkan putusan, mulai keabsahan gol, pelanggaran sesuai regulasi mendapat kartu kuning, merah atau terjadinya offside. Tentu semua tidak lepas dari peran petugas VAR yang secara kompeten dan memiliki sertifikasi layak untuk menjalankan VAR.
Bila mengacu pada job petugas VAR, termasuk ikut menjadi penentu dan menyelaras pertandingan bisa fair play sesuai regulasi dan rule of the game. Langkah awal, petugas VAR harus menganalisa tayangan ulang video untuk memeriksa keputusan wasit utama. Berikutnya, jika petugas VAR menemukan kesalahan, mereka akan memberitahu wasit utama melalui komunikasi radio dan memberi rekomendasi kepada wasit utama tentang keputusan yang lebih akurat.
Beban petugas VAR yang tidak kalah penting, melakukan pengawasan situasi lapangan dan memberi peringatan kepada wasit utama bila ada kesalahan dan membantu wasit utama dalam membuat keputusan yang lebih akurat, obyektif, dan adil, semisal memutusakan apakah gol sah atau tidak, pinalti, kartu merah atau keputusan lain yang mempunyai implikasi terhadap keputusan wasit sebagai pengadil di lapangan.
Sekali lagi, dari pengamatan subyektif penulis di pelaksanaan Liga 1 dan 2, masih menimbulkan pertanyaan yang patut menjadi perenungan bersama, yaitu adanya dugaan wasit dan petugas VAR melakukan kerjasama buruk atau kongkalikong, tidak sesuai regulasi. Tentu tidak cukup hanya mengajukan protes sebagai bentuk ketidakpuasan. Bila mengacu pasal 85 Kode Disiplin FIFA: “Wasit atau petugas pertandingan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugasnya dapat dikenakan sanksi disiplin.”
Begitu pula pada pasal 86 Kode Disiplin FIFA: “Wasit atau petugas pertandingan yang melakukan tindakan yang tidak adil atau tidak sportif dapat dikenakan sanksi disiplin.” Pasal 87, menyebut;”Wasit atau petugas pertandingan yang melakukan kesalahan yang berakibat pada hasil pertandingan, dapat dikenakan sanksi disiplin.”
Hal yang perlu dianalisa, bukan sekedar menunggu protes dari tim yang merasa dirugikan, sejauh mana tugas dan pengawasan dari pengawas pertandingan dan pengawas/ penilai wasit. Jika arahan dan instruksi kepada wasit dan petugas VAR saat istirahat, tentu kualitas dan fair play dari pertandingan sudah terabaikan. Belum lagi, rentetan peristiwa dari terjadinya gol, pelanggaran, atau proses terjadi pembatalan gol itu secara visual runtut, penulis yakin tidak akan menimbulkan perdebatan dan kontroversi.
Sebaliknya, jika pengesahan atau pembatalan putusan disertakan tayangan ulang video yang memutus mata rantai kejadian, atau terjadi penggalan video yang secara permainan tidak terjadi protes atau perdebatan di lapangan, malah menjadi dasar untuk memutus, hampir dipastikan terjadi protes.
Dari catatan penulis, beberapa pertandingan menimbulkan perdebatan dari VAR, saat Persis Solo mampu menahan Arema Malang di kandang dengan skor 1-1. Berikutnya, pertandingan Perib Vs Persija dan Madura United lawan Arema di Liga 1 2024-2025 juga menimbulkan perdebatan terutama terkait keputusan wasit yang dianggap tidak adil.
Di liga 2 juga banyak terjadi keputusan wasit akibat dari penayangan ulang VAR menimbulkan kontroversi. Termasuk saat Deltras Sidoarjo menjadi tuan rumah melawan Persela Lamongan di Stadion Gelora Delta. Gol Kedua Deltras yang dibatalkan dan pengesahan dari Gol kedua Persela, merupakan rangkaian dari pekerjaan rumah PSSI untuk meramu kembali SOP bagi petugas VAR tentang konsekwensi keputusan yang tetap bersandar pada rule of the game. Faktanya, keputusan VAR masih menimbulkan perdebatan karena beberapa factor, seperti sudut pandang kamera yang terbatas, percepatan permainan yang membuat keputusan wasit sulit diambil tepat waktu atau timing yang pas.
Hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari federasi PSSI yang melakukan jemput bola guna memastikan adanya dugaan permainan dalam putusan wasit dan petugas VAR. Kewenangan dari Komite Disiplin (Komdis) selaku badan yang berwenang untuk melakukan penyelidikan, menyidangkan dan menjatuhkan sanksi masih terbentur dengan regulasi belum bisa memberikan hukuman kepada pengadil dan petugas VAR.
Begitu pula, Badan Sepakbola atau federasi seperti FIFA, AFC, PSSI menjatuhkan sanksi lebih berat dari putusan Komdis sebagai bahan kajian atau pendidikan bagi perangkat pertandingan, baik berupa sanksi lerangan bertugas seumur hidup, penurunan jabatan atau lisensi, denda dan pemecatan. Terlihat federasi masih mandul. Kalau pun ada review dari badan sepakbola atas keputusan wasit atau referee dan VAR dan memberikan sanksi, tetap menjadi keputusan final yang tidak bisa membatalkan hasil pertandingan.
Dari berbagai persoalan di atas, hemat penulis masalah utama yang perlu menjadi telaah dan kajian federasi adalah masih munculnya ketidakkonsistenan keputusan wasit. Sehingga adanya beberapa putusan VAR yang berbeda dalam situasi serupa masih menimbulkan kegundahan, kebingungan dan kekecewaan.
Jujur, dari kekecewaan dan ketidakpuasan, bahwa proses pengambilan keputusan VAR tidak selalu jelas dan terbuka, menimbulkan kegaduhan dan memicu spekulasi adanya konspirasi buruk untuk mengabaikan fair play. Terkait, masalah teknis, infrastruktur dan kualitas kamera yang kurang standar, tentu berakibat hasil akurasi dari VAR diragukan.
Tentu, pekerjaan rumah federasi harus diselesaikan. Misalnya, dengan memperbarui peralatan dan teknologi VAR guna menjamin akurasi, sudut pandang, percepatan hasil tayangan yang tidak atau sulit dikelabui. Penulis tetap yakin, proses yang transparan, mulai dari munculnya insiden, proses, penayangan video, komunikasi wasit dan petugas VAR, kemudian menjadi pertimbangan dan argument yang valid untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat bola dan menjunjung marwa dan harkat federasi.
Sebagai penutup, selain ada refreshing dan pelatihan insentif serta berjenjang bagi wasit dan petugas VAR untuk mengasah kemampuan, intelegensi, konsistensi, dan kemahiran dalam menjalankan profesinya, tidak kalah penting adalah menugaskan perangkat pertandingan yang mempuyai dedikasi dan militansi menjaga federasi. Sudah saatnya, PSSI bangkit dari segala bentuk permainan dan mafia sepakbola. Semoga bermanfaat. Salam Sepakbola: Tradisi!. (*)


