SURABAYAONLINE.CO, Malang – Wakil Ketua Dewan Pengawas Danantara Indonesia, Prof Dr Muliaman Darmansyah Jadad PhD mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan, lima persen.
“Kalau hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya lima persen,” ujar Prof Muliaman, Kamis (23/10) di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Menurut Prof Muliaman, untuk menembus stagnasi diangka lima persen, perekonomian Indonesia membutuhkan mesin penggerak baru selain APBN sehingga mencapai 8 persen.
Hal itu disampaikan Prof Muliaman dalam Studium General bertajuk “Peran Danantara dalam Meningkatkan Kualitas Ekonomi Indonesia: Membangun Generasi Emas, Berdaya & Mandiri”.
Dalam pemaparannya, Muliaman menjelaskan Danantara Indonesia dibentuk sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF) atau dana kekayaan negara yang berfungsi mengelola aset dan dividen dari BUMN secara lebih produktif.
Menurutnya, langkah ini menjadi strategi penting dalam memperkuat fondasi ekonomi nasional yang berorientasi pada keberlanjutan dan kemakmuran lintas generasi.
Danantara hadir bukan sebagai lembaga baru semata, melainkan sebagai instrumen pembangunan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan menyiapkan tabungan jangka panjang bagi bangsa.
“Pertumbuhan ekonomi kita terlalu lama tertahan di sekitar lima persen karena tumpuannya hanya pada APBN. Kita butuh mesin ekonomi kedua yang bisa menggerakkan produktivitas, mengonsolidasikan aset negara, dan menyalurkannya ke investasi jangka panjang agar memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” jelasnya.
Ia menambahkan Danantara memiliki peran penting dalam mentransformasi aset-aset BUMN yang nilainya jika dikonsolidasikan mencapai sekitar satu triliun dolar AS.
BUMN selama ini merupakan aset negara yang dipisahkan (sovereign asset), dan melalui Danantara diharapkan dapat memberikan sumbangsih ekonomi yang lebih besar bagi pembangunan nasional.
Lembaga ini juga mengadopsi prinsip-prinsip tata kelola global (Santiago Principles) untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan investasinya.
“BUMN adalah aset negara yang harus produktif. Tugas Danantara adalah memastikan aset-aset itu tidak lagi menjadi beban, tetapi justru menjadi kekuatan baru untuk membangun ekonomi nasional yang berdaya dan mandiri,” terangnya.
Menurutnya, Danantara menempatkan investasi pada delapan sektor prioritas, antara lain energi terbarukan, mineral dan pertambangan, infrastruktur digital, jasa keuangan, kesehatan, pangan, serta kawasan industri dan properti. Arah kebijakan tersebut diharapkan dapat memperkuat kemandirian ekonomi sekaligus mempercepat transformasi menuju Indonesia Emas 2045.
“Sumber kekuatan kita bukan minyak atau gas, melainkan kreativitas dan produktivitas bangsa sendiri. Karena itu Danantara berfokus domestik, namun tetap membuka ruang bagi investor global untuk berkolaborasi,” jelasnya.
Sementara itu, Dr. Ahmad Juanda, Ak., M.M., C.A., selaku Wakil Rektor II UMM bidang Umum dan Keuangan yang mewakili Rektor, menyampaikan bahwa UMM mendukung penuh visi pembangunan nasional melalui peran pendidikan dan penguatan SDM. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa UMM berkomitmen menjadi bagian dari ekosistem pembangunan ekonomi bangsa.
Melalui Center of Future Work (CFW) dan Center of Excellence (CoE), UMM berupaya menyiapkan lulusan yang proaktif, tidak hanya siap kerja tetapi juga mampu menciptakan kerja.
“Semangat yang dibawa Danantara untuk membangun ekonomi mandiri sejalan dengan misi UMM sebagai kampus berdampak, yang terus berkontribusi menuju terwujudnya Indonesia Emas 2045,” tuturnya.
Diharapkan dengan kuliah umum ini, mahasiswa dapat memahami arah kebijakan investasi nasional dan peran Danantara sebagai bagian penting dalam memperkuat ekonomi bangsa.
Kolaborasi antara dunia akademik dan lembaga strategis seperti Danantara menjadi kunci untuk membangun generasi emas yang berdaya, mandiri, dan siap menghadapi tantangan global. (sap)


