SURABAYAONLINE.CO – Desa Maron, yang terletak di tengah perbukitan subur Probolinggo, menyimpan kisah sukses Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menginspirasi. Salah satu tokoh utama di balik keberhasilan ini adalah Dodik Handoko, Ketua Klaster Alpukat Probolinggo, yang berhasil membawa alpukat lokal menembus pasar nasional.
Klaster Alpukat Probolinggo merupakan bagian dari program Klasterku Hidupku BRI, sebuah inisiatif pemberdayaan untuk membantu pertumbuhan UMKM agar lebih berkembang dan berdaya saing. Melalui program ini, Dodik tidak hanya meningkatkan usahanya sendiri, tetapi juga memberdayakan petani lokal untuk mengoptimalkan produksi dan pemasaran alpukat.
Perjalanan Dodik dimulai dengan menjual 100 kilogram alpukat di pasar kecil. Namun, berkat permintaan yang terus meningkat, kini ia berhasil memasok 30 hingga 40 ton alpukat ke berbagai daerah di Indonesia.
“Awalnya saya hanya bisa menjual satu ton alpukat. Sekarang, kami sudah mampu mengirim puluhan ton ke berbagai pasar besar di Indonesia,” ujar Dodik.
Alpukat Probolinggo kini tersedia di Pasar Induk Jakarta, Cikopo, Cibitung, dan Kramat Jati. Bahkan, ketika pasokan alpukat di Sumatra berkurang, Dodik turut mengirimkan hasil panennya ke Medan.
“Kalau Medan kekurangan, kami kirim dari Probolinggo. Sebaliknya, kalau Jawa habis, suplai kadang datang dari Medan. Jadi, saling melengkapi,” jelasnya.
Harga alpukat yang dijual pun beragam tergantung pasarnya. Di supermarket, harga bisa mencapai Rp30 ribu per kilogram, sementara di pasar tradisional berkisar antara Rp10 ribu hingga Rp17 ribu per kilogram.
Sebagai produk unggulan Desa Maron, alpukat dari Klaster Alpukat Probolinggo juga turut hadir di Bazar UMKM BRILiaN, yang digelar di Area Taman BRI, Jakarta, pada 16 Desember 2024. Dalam sehari, alpukat yang dibawa Dodik ludes terjual.
“Bazar ini sangat membantu kami dalam memperkenalkan alpukat Probolinggo ke pangsa pasar yang lebih luas. Semoga ini bisa menginspirasi pelaku UMKM lainnya,” kata Dodik.
Dodik mengenal BRI sejak tahun 2015, ketika ia pertama kali mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp50 juta. Pinjaman tersebut menjadi modal awal untuk mengembangkan usahanya. Seiring dengan ekspansi bisnisnya, Dodik meningkatkan pinjaman KUR hingga Rp150 juta.
“Dengan BRI, kami tidak bingung mencari pinjaman ke mana. Alhamdulillah, pembayaran juga lancar. Kami sangat terbantu,” ujar Dodik.
Menurut Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari, program Klasterku Hidupku merupakan strategi pemberdayaan berbasis komunitas yang tidak hanya mendorong perkembangan bisnis, tetapi juga membangun solidaritas antar pelaku usaha.
“Strategi bisnis mikro BRI berfokus pada pemberdayaan sebelum pembiayaan. Sebagai bank yang berkomitmen pada UMKM, BRI memiliki kerangka pemberdayaan yang dimulai dari fase dasar, integrasi, hingga interkoneksi,” jelas Supari.
Kisah sukses Dodik Handoko menjadi bukti bahwa dengan kerja keras, dukungan klaster usaha, serta akses ke pembiayaan yang tepat, UMKM dapat berkembang pesat dan menembus pasar nasional.
Kini, alpukat Probolinggo bukan sekadar hasil panen, tetapi juga simbol keberhasilan ekonomi berbasis pemberdayaan. Dengan adanya dukungan dari program Klasterku Hidupku BRI, diharapkan lebih banyak UMKM yang mampu mencapai kesuksesan serupa dan mengangkat potensi produk lokal ke level yang lebih tinggi.