SURABAYAONLINE.CO – Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo menggelar “Sosialisasi Dampak Konsumsi Daging Gelonggongan”.di fave hotel selasa (3/12).
Ratusan undangan hadir dalam kegiatan. Hal ini karena daging gelonggongan haram dikonsumsi berdasar fatwa MUI.
Kepala Dinas Pangan dan Pertanian, Dr. Eni Rustianingsih, ST., MT., mengatakan, menurut data dari BPS (2021), Jawa Timur menjadi provinsi yang penduduknya paling banyak mengonsumsi daging sapi, yaitu sebesar 153.690 ton. kemudian, diikuti Jawa Barat dengan konsumsi daging sapi sebesar 153.200 ton, dan DKI Jakarta dengan 76.880 ton.
Konsumsi daging kerap dikaitkan dengan standar hidup. Kabupaten Sidoarjo adalah pilot project untuk industri halal nasional. Hal ini berarti segala sesuatu yang digunakan sebagai bakunya harus halal. Daging yang halal adalah daging yang dipotong di rumah potong hewan yang sudah bersertifikasi halal, seperti yang tertuang dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia nomor 12 tahun 2009 tentang standar sertifikasi penyembelihan halal.
“Kondisi hewan harus memenuhi standar kesehatan hewan yang ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan. Melakukan penggelonggongan hewan, hukumnya haram.
berbicara tentang daging yang halal, tidak bisa menutup mata bahwa masih banyak tempat pemotongan hewan liar yang jelas tidak bersertifikat halal. “Karena mereka melakukan pemotongan hewan yang ditengarai dilakukan proses penggelonggongan pada ternak sebelum disembelih,” imbuh Eni
Dampak daging gelonggongan diantaranya, peningkatan pertumbuhan mikroba menjadi empat kali lipat dari daging normal disebabkan oleh meningkatnya kandungan air yang dimiliki oleh daging.
“Hal ini akan berakibat pada banyak berkumpulnya hasil metabolisme mikroba yang bersifat racun pada manusia sehingga akan sangat berbahaya karena akan menimbulkan keracunan. Daging glonggongan cepat busuk,” terangnya.
Daging gelonggongan ini marak beredar di pasar tradisional di Kabupaten Sidoarjo salah satunya karena kita lebih suka membeli daging yang murah tanpa memperhatikan kualitas dari daging itu sendiri, padahal daging sapi normal (tidak gelonggongan) itu memiliki nilai jual seharusnya diatas Rp110.000/kg.
“Besar harapan kami bahwa peredaran daging gelonggongan ini bisa kita hentikan dengan cara kita bahu membahu, saling bekerja sama antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, organisasi keagamaan serta semua pihak terutama ibu – ibu rumah tangga karena apabila daging sapi murah, (gelonggongan) ini tidak diminati ibu-ibu maka usaha penggelonggongan sapi ini bisa berhenti karena tidak adanya permintaan daging tersebut, supaya daging yang beredar di Kabupaten Sidoarjo ini adalah daging yang aman, sehat, utuh dan halal (asuh).
Kepala Bidang Produksi Peternakan Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo, Drh. Tony Hartono, kepada mengatakan, “Sering diketahui di hampir 6 bulan RPH kita yang sudah bersertifikat halal tidak ada yang motong. Kenapa tidak ada pemotongan? peraturan regulasi dan kita harus menegakkan sertifikat halal dan sapi tidak boleh diglonggong. Kedua gerakan pada teman-teman mereka tetap memotong tetapi di tempat pemotongan hewan liar,” ungkap Tony.
sesuai regulasi dari BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) yang per 17 Oktober 2024, segala sesuatu produk hewan yang dikonsumsi harus berlebel halal.
“Dengan kondisi semacam ini kita perlu menyadarkan ke masyarakat bahwa konsumsi daging itu sebaiknya harus di potong ditempat pemotongan yang bersertifikat halal,” pungkas Tony.
Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Sidoarjo, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sidoarjo yang mewakili, KH. Imam Sa’dudin M.Pd (sekretaris umum MUI Sidoarjo), Ketua PDHI Jawa Timur I,Ibu-ibu PKK se-Kabupaten Sidoarjo, Ibu-ibu kader posyandu se-Kabupaten Sidoarjo, Bapak/Ibu SMA guru yang menaungi UKS se- Kabupaten Sidoarjo,Bapak pengasuh pondok pesantren.
Salah satu peserta yang hadir, jadi mengerti dampak konsumsi daging gelonggongan sangat merugikan konsumen. Selain kerugian secara materi karena timbangan yang tidak sesuai, untuk kesehatan juga bisa memicu keracunan bahkan sampai kematian karena kualitas daging yang buruk.
“Harapan nya setelah ikut sosialisasi sebagai konsumen lebih cerdas dalam memilih daging untuk konsumsi. Pemerintah semakin menertibkan RPH terutama RPH luar,” ucap Dihayati, anggota TP PKK, Kec. Balongbendo.