SURABAYAONLINE.CO, Jakarta – Stabilitas sektor jasa keuangan di Indonesia terjaga stabil di tengah meningkatnya risiko geopolitik dan melemahnya aktivitas perekonomian global. Perlambatan pertumbuhan di beberapa negara utama dan ketidakpastian geopolitik menjadi tantangan utama bagi ekonomi global saat ini.
Hal ini terungkap dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Oktober 2024 lalu. Di sisi lain, perekonomian AS menunjukkan perkembangan yang lebih baik dari ekspektasi awal seiring solidnya pasar tenaga kerja serta membaiknya permintaan domestik. Di Eropa, aktivitas perekonomian mulai membaik yang terlihat dari naiknya penjualan ritel, namun dari sisi manufaktur masih relatif tertekan.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Cina pada Q3-2024 masih menunjukkan perlambatan. Baik dari sisi demand maupun supply. Hal ini mendorong pemerintah dan bank sentral Cina terus mengeluarkan stimulus untuk mendorong sektor riil dan kembali melonggarkan kebijakan moneter.
“Perkembangan tersebut menyebabkan premi risiko meningkat dan kenaikan yield secara global. Hal ini mendorong aliran modal keluar (outflow) dari negara emerging markets, termasuk Indonesia, sehingga pasar keuangan emerging markets mayoritas melemah,” jelas Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK M. Ismail Riyadi, dalam keterangannya, Rabu (6/11).
Namun, kinerja perekonomian secara umum masih terjaga stabil di tengah lemahnya kondisi perekonomian global. Inflasi inti terjaga serta neraca perdagangan masih mencatatkan surplus sejak Juli 2024. Namun demikian, perlu dicermati Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang masih berada di zona kontraksi serta pemulihan daya beli yang berlangsung relatif lambat.
Kinerja intermediasi perbankan tumbuh positif dengan profil risiko yang terjaga. Pada September 2024, pertumbuhan kredit masih melanjutkan double digit growth sebesar 10,85 persen yoy (Agustus 2024: 11,40 persen) menjadi Rp 7.579,25 triliun.
Berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi tumbuh tertinggi, yaitu sebesar 12,26 persen, diikuti oleh kredit konsumsi 10,88 persen. Sedangkan kredit modal kerja 10,01 persen.
Ditinjau dari kepemilikan bank, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit, yaitu sebesar 12,80 persen yoy. Berdasarkan kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 15,43 persen, sementara kredit UMKM juga tetap tumbuh sebesar 5,04 persen.
Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) perbankan tercatat tumbuh sebesar 7,04 persen yoy (Agustus 2024: 7,01 persen yoy) menjadi Rp 8.720,78 triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 9,38 persen, 7,30 persen, dan 4,95 persen yoy.(*)