SURABAYAONLINE.CO– Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi Dadi Rukun yang menaungi Pasar Semolowaru Surabaya diwarnai keributan, saat Camat Sukolilo Amalia Kurniawati, S.Sos Msi yang datang diiringi Satpol PP hendak mengganti absensi kehadiran anggota koperasi dengan daftar nama paguyuban, Jumat (18/9/2020).
Ketua Umum East Java Coruption And Judicial Watch Organization (ECJWO) Miko Saleh mempertanyakan paguyuban yang baru muncul tidak punya kedudukan hukum sehingga tidak boleh mengelola pasar karena tidak punya ijin dari Kemenkumham, sedangkan koperasi sudah memiliki ijin sesuai administrasi, ada apakah dengan Camat Sukolilo?
“Padahal pasar Semolowaru sudah saatnya jadi PAD Kota Surabaya, karena ijinya harus sewa ke Pemkot dan nantinya menjadi bagian dari PD.Pasar Kota Surabaya yang akan mengelola. Proses Kejaksaan hanya dibuat tarik ulur untuk ikut andil agar pasar semolo dijadikan ATM oknum yang ikut jaringan masif birokrasi pemerintahan,” ungkap Miko dalam rilis yang dikirimkan ke media ini. Senin (21/9/2020).
Miko pun mengirimkan video rekaman melalui Whatsapp mengenai keributan yang terjadi antara pedagang pasar Semolowaru dengan Camat Sukolilo.
Dalam video tersebut, Camat Amalia juga sempat melarang tim dokumentasi ECJWO merekam video di lokasi pasar yang luasnya 2.671 meter persegi dan memiliki stan sebanyak 289 di atas lahan Pemkot Surabaya.
“Gak usah pakai Syuting-syuting, matikan” katanya.
Sebelumnya, pedagang di Pasar Semolowaru melayangkan nota protes soal pengelolaan pasar ke Wali Kota Surabaya. Mereka merasa diintimidasi pengelola pasar yang dikelola Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Semolowaru, Sukolilo.
Protes dilayangkan lantaran pedagang merasa keberatan dengan tarif yang terus naik. Di sisi lain, operasional pasar dinilai tidak transparan. Pedagang meminta pemkot turun tangan. Pengelola pasar diganti.
Pasar tersebut awalnya dikelola LPMK Semolowaru periode 2016-2019. Namun, pada masa pergantian LPMK periode 2020-2024, pengelolaan pasar tidak serta merta berpindah tangan ke pengurus baru. Selain itu, penarikan retribusi ke pedagang dilakukan oleh pihak LPMK Semolowaru sebagai pengelola pasar.
Hingga sekarang, belum ada kerja sama antara LPMK Semolowaru dan Pemkot Surabaya soal perjanjian sewa. Jika ingin ada ikatan hukum, harus ada badan hukum yang dibentuk. Contohnya, koperasi.
Hal tersebut sempat menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ditemukan aset pemkot berupa tanah yang digunakan untuk aktivitas usaha. Namun, tidak ada ikatan hukum yang mendasari hal tersebut.
Jika pribadi atau badan usaha yang menyewa, tarif yang dikenakan 100 persen. Namun, jika penyewa merupakan koperasi, mereka mendapat diskon. Mereka hanya perlu membayar 40 persen dari harga sewa yang disepakati.
LPMK periode lama memang membentuk koperasi, dengan melibatkan semua pedagang juga di saksikan oleh Dinas Kopereasi, Camat Sikolilo, Lurah Semolowaru, Notaris Khusus Koperasi, Bimas, Babinsa, Satpol PP, Linmas, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Ketua RW 1 s/d 12 Kelutahan Semolowaru dan Seluruh Pedagang Pasar Semolowaru terbentuk dan disahkan pada Tanggal 19 Juli 2019.(*)