SURABAYAONLINE.CO, Surabaya – Perjuangan panjang ribuan warga Surabaya terkait kepemilikan tanah Eigendom Verponding yang diklaim sebagai aset Pertamina akhirnya menemui titik terang. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memimpin langsung perjuangan warga tersebut hingga ke tingkat pemerintah pusat, berkolaborasi dengan Wakil Ketua DPR Adis Kadir, yang menghasilkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi II DPR RI, Selasa (18/11).
RDP tersebut, turut mengundang Kementerian ATR/BPN, menjadi momentum penting dalam memperjuangkan hak-hak warga Kota Pahlawan yang tersebar di lima kelurahan di tiga kecamatan, meliputi total 541 hektare dan dihuni oleh 100.000 jiwa atau 12.500 persil yang sudah menempati lahan sejak tahun 1942.
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Arif Fathoni yang turut mendampingi dalam RDP, menyampaikan bahwa perjuangan ini menunjukkan kolaborasi “rawe-rawe rantas” khas Arek Suroboyo.
“Salah satu kesimpulan rapatnya adalah Komisi II meminta kepada Kementerian ATR/BPN untuk menyelesaikan persoalan klaim Eigendom Verponding dan meminta BPN untuk menindaklanjuti proses perolehan hak atas tanah di wilayah tersebut,” jelas Fathoni.
Komisi II DPR itu secara tegas meminta Kantor BPN Kota Surabaya untuk segera melayani permohonan hak yang diajukan oleh warga. Hal ini menjadi secercah harapan besar. Sebab, selama ini permohonan warga sering diblokir oleh BPN hanya karena adanya surat klaim dari Pertamina.“Jadi dalam rapat itu juga disimpulkan bahwa BPN Kota Surabaya harus melayani pelaporan warga terkait hal tersebut,” terangnya.
Ia mengapresiasi, langkah tegas wali kota yang sudah mendampingi warga sejak permasalahannya ini bergulir hingga sampai ke pemerintah pusat melalui DPR. Selain itu, Fatoni juga memuji gaya kepemimpinan kolaboratif Eri Cahyadi yang didukung oleh Adis Kadir. “Artinya masyarakat tidak sendirian, tapi diperjuangkan oleh wali kotanya dengan cara kolaboratif bersama DPR. Kami selalu berdiskusi dan akhirnya ada kejelasan,” imbuhnya.
Arif Fathoni menambahkan, kolaborasi ini mengedepankan filosofi Jawa “Menang tanpo Ngasorake” (menang tanpa merendahkan pihak lain). Yaitu bergerak pelan dan senyap mencari solusi komprehensif yang membuat semua pihak mendapatkan keadilan. “Langkah selanjutnya yang paling krusial adalah RDP lanjutan dengan pihak Pertamina yang dijadwalkan segera,” ujarnya.
Sementara itu, Eri menjelaskan bahwa fokus utama perjuangan ini adalah penyelesaian non-litigasi agar persoalan warga yang terkatung-katung sejak tahun 1942 dapat segera selesai.Ia menjelaskan bahwa warga sudah menempati lahan sejak 1942, setelah UUD No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, Eigendom milik asing harusnya didaftarkan ulang. Namun Pertamina belum mengonversi aset tersebut ke hak Indonesia. “Terlebih PBB lahan tersebut terbukti masih dibayarkan atas nama warga, bukan Pertamina,” tegas Eri.
Atas persoalan tersebut, Eri siap memberikan full support, berharap pertemuan ini menghasilkan pelepasan aset oleh Pertamina. Pelepasan ini ditekankan sebagai bukan jual beli atau hibah, melainkan pelepasan karena status hak Pertamina yang belum dikonversi.
Dampak dari pemblokiran klaim ini sangat merugikan warga, karena harga tanah menjadi murah dan tidak memiliki arti.”Kami selalu bersama dengan warga ingin mengatakan ini perjuangan dan alhamdulilah Komisi II sudah bergerak dan menetapkan ini sehingga besok semoga sudah dilepaskan,” tutup Eri.(*)


