SURABAYAONLINE.CO – Sejumlah negara prihatikan kesepakatan AUKUS tentang aliansi keamanan tiga negara: AS, Inggris dan Australia, yang salah satu point-nya memperkuat perairan Australia dengan armada kapal selam bertenaga nulkir – guna menangkal pengaruh kekuatan militer China di kawasan Indo – Pasifik.
AUKUS Agreement telah diumumkan secara virtual pada Rabu (15/9/21) oleh tiga Kepala Negara (Presiden AS Joe Biden, PM Australia Scott Morrison dan PM Inggris Boris Johnson) yang di-kalim-nya sebagai peningkatan keamanan di wilayah Indo – Pasifik. Tapi sejumlah analis menyatakan langkah itu sebagai upaya menangkal pengaruh militer China, namun berpotensi (bisa) memicu perang nuklir di kawasan tersebut.
Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri, pada Jumat (17/9) menyatakan keprihatinan mendalam atas agareement AUKUS, karena diduga bisa memicu perlombaan senjata, termasuk senjata nuklir, di Indo – Pasifik – yang nota-bene di kawasan ini juga ada sebagian wilayah Indonesia.
Malaysia, melalui PM Ismail Sabri Yaakob, pada Sabtu (18/9) membuat statemen hampir sama dengan Indonesia, yakni bisa menjadi katalis perlombaan senjata nuklir. Kesepakatan AUKUS membuka peluang Australia bisa terisolasi dari pergaulan antar negara di dunia. Juga memprovokasi kekuatan lain untuk bertindak agresif di Indo-Pasifik, terutama di perairan Laut China Selatan.
Bahkan mantan diplomat Australia, Bruce Haigh, pada Sabtu (18/9) ikut angkat bicara, bahwa negaranya kini sedang berada dalam ancaman terisolasi diantara negara – negara di Asia dan Eropa menyusul kesepakatan AUKUS, serta menuduh PM dan menteri pertahanan Australia telah berbohong.
Sementara itu, China melalui jubir kementerian luar negerinya, Zhao Lijian, secara tegas menuduh kesepakatann AUKUS sebagai tidak bertanggung jawab dan berpotensi merusak perdamaian / stabilitas regional, serta bisa mendorong intensitas perlombaan senjata nuklir di Indo-Pasifik.
Sementara suratkabar Global Times yang dikenal pro- Tiongkok, menuding Australia sebagai pion AS, dan menduga Australia bisa menghadapi konsekuensi berat jika terjadi pertikaian militer di wilayah tersebut, yakni menjadi tuan rumah peperangan dahsyat di halamannya sendiri.
Sedangkan Menteri Pertahanan Australia, Peter Dutton, menegaskan bahwa AUKUS Agreement tidak akan pernah berubah, meski aneka propaganda – termasuk dari China, datang terus mengalir untuk membatalkannya. “Tidak ada propaganda dari Tiongkok yang dapat mengubah kesepakatan ini,” kata Dutton.
Lain lagi dengan PM Newzealand, Jacinda Ardern, pada Kamis (16/9) membuat pernyataan ambigu, yakni di satu sisi menyambut baik kemitraan keamanan trilateral antar tiga negara AUKUS, namun juga menegaskan bahwa kapal selam nuklir Australia akan dilarang berada di perairan negaranya, karena ada konstitusi yang berisi ‘Newzealand zona bebas nuklir’.
Perancis termasuk salah satu negara yang memperingatkan bahaya kesepakatan AUKUS. Namun motivasinya lebih kearah bisnis, dan merasa dijegal oleh AS atas proyek kapal selam Australia bertenaga nuklir. Sebab kepakatan AUKUS ini berdampak langsung pada pembatalan kontrak yang sudah diteken Australia atas order pembelian kapal selam bertenaga diesel dari Prancis.