SURABAYAONLINE.CO – PT Merdeka Battery Materials Tbk (IDX: MBMA) mencatat kinerja operasional yang solid pada semester pertama 2025 meskipun menghadapi tantangan pemeliharaan smelter. Perseroan berhasil meningkatkan produksi dan penjualan bijih nikel secara signifikan, memperkuat posisinya sebagai salah satu pemain utama dalam rantai pasok bahan baku baterai global.
Sepanjang Januari–Juni 2025, MBMA membukukan pendapatan sebesar US$628 juta, turun 32% dibanding periode yang sama tahun lalu karena adanya penurunan kontribusi dari Nickel Pig Iron (NPI) dan High Grade Nickel Matte (HGNM).
EBITDA semester I tercatat US$77 juta, turun 8% secara tahunan. Namun, pada kuartal kedua saja EBITDA tumbuh 33% Year-on-Year (YoY) setelah disesuaikan dengan dampak HGNM, mencerminkan ketahanan margin dan efisiensi biaya.
Tambang nikel SCM menjadi motor utama pertumbuhan. Pada semester pertama 2025, produksi bijih nikel mencapai 6,9 juta wet metric tonnes (wmt), naik 78% dibanding tahun lalu. Kenaikan ini terdiri dari peningkatan produksi limonit 45% dan saprolit 189%, meskipun curah hujan cukup tinggi pada periode tersebut.
Lonjakan produksi tersebut merupakan hasil dari investasi MBMA dalam peningkatan kapasitas penambangan dan infrastruktur selama 12–18 bulan terakhir, yang menghasilkan operasi lebih efisien dan berkelanjutan.
Fasilitas Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) menghasilkan 33.045 ton NPI, turun 23% akibat pemeliharaan terjadwal. Meski demikian, langkah ini diyakini akan meningkatkan keselamatan dan efisiensi operasional, sekaligus menurunkan biaya jangka panjang.
Pada kuartal II 2025, biaya tunai NPI berhasil ditekan hingga US$9.719 per ton, pertama kalinya berada di bawah level US$10.000/t. Untuk HGNM, MBMA memilih mengurangi produksi secara strategis demi menjaga margin, sambil memprioritaskan operasi NPI yang lebih menguntungkan.
Presiden Direktur MBMA, Teddy Oetomo, menyatakan “Semester pertama 2025 menunjukkan kekuatan fondasi operasi MBMA. Pertumbuhan produksi bijih nikel menegaskan skala operasi kami, sementara pemeliharaan smelter menjadi investasi penting untuk efisiensi biaya dan daya saing jangka panjang.”
MBMA juga terus berinvestasi pada proyek strategis, termasuk pembangunan fasilitas High Pressure Acid Leach (“HPAL”) yang terintegrasi bersama mitra industri bahan baku baterai global. PT ESG New Energy Material (“PT ESG”), pabrik HPAL dengan kapasitas 30.000 ton nikel per tahun dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (“MHP”), menjual 9.465 ton nikel dalam MHP sepanjang semeseter pertama 2025 melalui operasi Train A, sementara Train B mulai berproduksi pada akhir kuartal kedua 2025.
Konstruksi pabrik HPAL PT Sulawesi Nickel Cobalt (“SLNC”) dengan kapasitas 90.000 ton nikel per tahun dalam MHP telah mencapai 29% dengan target komisioning Train pertama pada pertengahan 2026. Selain itu, pembangunan dua Feed Preparation Plant (“FPP”) dan jalur pipa slurry untuk mengirim bijih limonit ke fasilitas HPAL di Morowali juga berjalan lancar, dengan target penyelesaian pada akhir 2025 dan pertengahan 2026.
Dengan lonjakan produksi bijih nikel dan proyek strategis yang berjalan sesuai rencana, MBMA optimistis mampu memperkuat perannya dalam rantai pasok bahan baku baterai dunia.
“Kami yakin pertumbuhan berkelanjutan produksi bijih nikel, serta kemajuan HPAL dan AIM, akan membawa transformasi besar bagi MBMA dan memperkuat kontribusi kami pada hilirisasi mineral strategis di Indonesia,” tutup Teddy Oetomo.


