SURABAYAONLINE.CO, Surabaya – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengimbau kepada seluruh kepala perangkat daerah (PD), camat, dan lurah untuk melakukan pengawasan terhadap rumah indekos di pemukiman warga. Menurutnya, pengawasan terhadap kos-kosan itu penting, untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) Kota Surabaya.
Hal tersebut menyusul kasus mutilasi di Jalan Lidah Wetan, Lakasantri, Surabaya yang dilakukan Alvi terhadap pacarnya, TAS. Mereka tinggal bersama dalam satu kosan. Kemudian Alvi membuang ratusan serpihan tubuh TAS ke jalur wisata Pacet, Mojokerto, beberapa hari lalu.
Yang pertama, Wali Kota Eri Cahyadi menyoroti soal perizinan kos-kosan yang berada di kawasan pemukiman penduduk. Di kesempatan ini, ia meminta kepada Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Surabaya untuk membahas soal perizinan kos-kosan bersama Komisi A DPRD Kota Surabaya.
“Kos-kosan itu tidak ada retribusinya, nanti tolong koordinasi dengan teman-teman Komisi A, terkait dengan kos-kosan,” katanya saat memberikan pengarahan kepada kepala PD, camat, dan lurah di Graha Sawunggaling, Rabu (24/9).
Yang kedua, Eri menyampaikan, kos-kosan di Surabaya harus sesuai dengan filosofinya. Yakni harus ada ibu atau bapak kos yang tinggal di satu area indekos untuk memberikan pengawasan. Menurutnya, ibu atau bapak kos itu harus bertanggung jawab memberikan pengawasan terhadap penghuni kos.
“Berarti, anak kos tadi bisa dipantau benar atau tidaknya, karena apa? Karena kosannya itu berada di pemukiman. Kalau kos itu berada di pemukiman, lalu tidak ada ibu kosnya, lihat saja pasti akan banyak tindak pencabulan di mana-mana,” ujarnya.
Eri juga berpesan kepada jajarannya, sebelum ada orang yang membangun kos-kosan, harus terlebih dahulu memiliki izin kepada dua pertiga atau minimal sepertiga warga di pemukiman tersebut. Hal ini bertujuan untuk menjaga keamanan dan kenyaman warga di pemukiman, agar tidak terganggu dengan adanya kos-kosan tersebut.
Jika kos-kosan itu dibangun di lingkungan pinggir jalan raya utama, maka tidak perlu izin kepada warga setempat. Karena, ketika kos-kosan itu dibangun di pinggir jalan raya, maka tidak ada warga yang terganggu dengan lalu-lalang dari penghuni kos.
“Misal, tiba-tiba ada orang yang buka kos, rumahnya dia ada di pojok gang perkampungan, kemudian (membangun kos) tanpa persetujuan warga. Padahal, dari pintu gerbang sampai ke dalam (perkampungan) banyak warga yang terganggu, lalu bagaimana keamanan kampungnya?,” jelasnya.
Jika terjadi seperti itu, lanjut wali kota, akhirnya pemukiman penduduk menjadi tidak aman, tidak ada kontrol, dan mengawasi. “Maka mulai hari ini dengan adanya Kampung Pancasila, ayo diubah semua. Masa di dalam pemukiman ada kos-kosan lelaki-perempuan campur, ditiru nanti sama anak-anak kecil di kampung itu,” terangnya.
Dengan demikian, Wali Kota Surabaya yang akrab disapa Cak Eri Cahyadi itu, mengajak seluruh jajarannya untuk melakukan pengawasan ketat terhadap penghuni kos-kosan agar keamanan dan ketertiban di kampung dapat terus dijaga. Tidak hanya untuk menjaga keamanan dan kenyaman perkampungan, tujuan pengawasan terhadap penghuni kos juga untuk memudahkan Pemerintah Kota (Pemkot) memberikan intervensi secara tepat sasaran.
“Karena di tahun 2026 saya maunya satu warga miskin dan warga pramiskin disekolahkan sampai lulus sarjana. Makanya nanti dilihat yang benar-benar miskin yang mana, karena saya ingin di tahun 2026 nanti warga saya sejahtera,” tutur Cak Eri.(*)